Laziali dan “No Racism”
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
©2012
![]() |
grafis dari http://fotolia.it |
Apakah fans Lazio rasis? Jawaban jujur adalah, ya, ada bagian yang cukup
vokal walaupun bukan mayoritas, yang dari masa ke masa menunjukkan indikasi
rasisme. Media memang cenderung membesar-besarkan, tetapi sumber masalah ini
memang ada, betapapun kecilnya.
Kita tidak perlu menutup-nutupi hal itu, karena loyalitas mutlak harus berjalan
beriringan dengan kejujuran. Tanpa kejujuran tidak ada loyalitas. Jika hanya
mau mengakui hal yang baik dan menyembunyikan yang buruk, maka kita tidak lebih
daripada “glory hunter”. Loyalitas kita kepada Lazio adalah loyalitas yang
jujur.
Saat ini sedang diluncurkan gerakan anti-rasis di kalangan fans Lazio.
Itu menunjukkan bahwa memang ada masalah rasisme di tubuh pendukung Lazio.
Kalau tidak, buat apa gerakan ini?
Pengertian Rasisme
Rasisme adalah segala bentuk pemikiran, ucapan baik lisan maupun
tertulis, perilaku dan tindakan yang berdasar kepada sebuah kepercayaan bahwa
manusia terbagi atas ras, suku, keturunan, agama dan kebangsaan yang menunjukan
unsur baik-buruk, terhormat-hina, superior-inferior, menguasai-dikuasai.
Singkatnya, rasisme adalah jika kita menganggap orang atau sekelompok orang
lain lebih buruk daripada kita karena perbedaan ras, suku, keturunan, agama dan
kebangsaannya. Rasisme selalu mengacu kepada hal-hal yang berada di luar
kekuasaan manusia untuk menentukan. Kita tidak pernah dapat memilih dari ras
apa kita dilahirkan, dari suku bangsa apa, dari orangtua beragama apa dan dari
kebangsaan apa. Menghina, melakukan diskriminasi apalagi melakukan kekerasan
hanya karena perbedaan-perbedaan tadi, itulah rasisme.
Yahudi dan Malaysia
Marilah kita ambil contoh beberapa kejadian hangat. Pertama, tentang
masuknya konflik Palestina-Israel ke sepakbola. Membela berdirinya negara
Palestina (Palestina Merdeka/Free Palestine) adalah bukan rasis, itu sikap
politik yang memperjuangkan hak tiap bangsa untuk merdeka. Mengkritisi politik
luar negeri Israel
yang menekan dan melanggar HAM bangsa Palestina, itu juga bukan rasis.
Jangankan negara lain, kita pun sering mengkritisi pemerintah kita sendiri
untuk pembiaran pelanggaran HAM.
Tetapi memaki Yahudi, apalagi menggunakan kata-kata kasar, kotor dan
mengeluarkan perbendaharaan koleksi kebun binatang, itu jelas rasis. Yahudi adalah
sebuah ras, sebuah bangsa dan agama. Menjadi seorang Yahudi bukan pilihan
tetapi keniscayaan, seperti halnya kita tidak pernah memilih untuk dilahirkan
dari orangtua berkebangsaan Indonesia .
Kedua, tentang Indonesia-Malaysia. Membela bangsa kita dari pelanggaran
hak cipta dan HAM, bukan rasis, itu mulia. Mengkritisi Kerajaan Malaysia atas
pembiaran terhadap hal tersebut juga bukan rasis. Tetapi menghina, memaki
bangsa Malaysia ,
memelesetkannya menjadi malingsia, alaysia dan sejenisnya, itu jelas rasis.
Sukai atau bencilah seseorang atau sekelompok orang karena APA YANG
DIPERBUATNYA, bukan karena SIAPA DIA.
Anti-Rasisme
Kini ada momentum bagi kita untuk mendeklarasikan diri bahwa Laziali
bukan rasis. Mari kita proklamasikan diri kita bahwa kita anti-rasis. Menjadi
seorang anti-rasis tidak sekedar mengirimkan foto kita yang “nyengir” sambil
memegang sehelai kertas bertuliskan “No Racism”. Konsekuensinya, kita harus
meninggalkan segala ucapan, tulisan dan sikap rasis secara total. Kalau kita bangga
menyatakan diri sebagai anti-rasis, tetapi masih memaki Yahudi dan bangsa Malaysia , maka
komitmen kita jelas mendua. Kita tidak percaya pada penggunaan standar ganda.
Kita tidak membalas tindakan rasis dengan balasan rasis juga. Karena kita juga
akan menjadi rasis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar