Rabu, 31 Oktober 2012

Lazio-Torino, Laga Dua Tim Terluka


Lazio-Torino, Laga Dua Tim Terluka
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

grafis dioleh dari http://legaseriea.it
Kontroversi keputusan wasit yang melanda Eropa, tidak hanya Italia, pekan lalu, menimbulkan kemarahan banyak tim. Lazio dan dan Torino adalah dua tim yang turut merasakan hal ini. Oleh karena itu, ini adalah laga antara dua tim yang marah dan terluka.

Torino mengawali musim dengan gemilang, tetapi setelah kemenangan sensasional 5-1 di kandang Atalanta, prestasi tim ini cenderung menurun. Sungguhpun demikian, Torino bukan lawan yang akan dengan mudah ditaklukkan, karena prestasi mereka di kandang lawan lebih baik daripada saat bermain di Stadio Olimpico Torino.

Petkovic untuk pertama kalinya tidak dapat menurunkan dua pemain kuncinya. Ledesma yang tak tergantikan sebagai pemain jangkar serta Hernanes yang merupakan kreator serangan. Brocchi dan Onazi akan menggantikan posisi keduanya, tetap dengan pola 4-1-4-1 dengan Klose sebagai penyerang tunggal. Marchetti, Ederson dan Stankevicius juga masih dilanda cedera, sementara Radu mungkin saja akan melakukan debutnya musim ini dari bangku cadangan.

Giampiero Ventura tak dapat menurunkan Sansone karena hukuman kartu merah serta Santana dan Suciu yang cedera. Bek timnas Italia, Ogbonna dapat diturukan kembali. Kapten Bianchi yang diistirahatkan saat laga melawan Parma akan diturunkan dengan kondisi bugar. Ini pemain yang harus diwaspadai karena dia mencetak sebagian gol Torino. Bianchi pernah bermain untuk Lazio selama setengah musim sebagai pemain pinjaman tahun 2008.

Ini tentu bukan laga ringan bagi Lazio. Tetapi setelah hasil buruk di Stadio Artemio Franchi hari Minggu lalu, tentu para pemain akan memiliki motivasi lebih untuk kembali ke trek kemenangan. Tidak dapat turunnya Hernanes dan Ledesma juga akan memotivasi Brocchi dan Cavanda untuk menunjukkan kualitas mereka kepada Petkovic. Yang harus diwaspadai adalah babak kedua, karena selama ini Lazio cenderung selalu “kalah” di babak kedua. Laga akan ketat, tetapi kualitas Lazio masih di atas Torino, walaupun tidak terlalu jauh berbeda, tetapi cukup untuk memenangi laga dengan dua gol.

Head to head:
Sejak musim 1927/1928 kedua tim telah bertemu di 118 pertandingan. Lazio memenangi 31 laga, Torino 38 laga dan 49 laga lainnya berakhir seri. Terakhir kali kedua tim bertemu adalah pada uji coba pra-musim di Auronzo yang berakhir dengan kemenangan Torino dengan skor 3-0. Walaupun demikian, pada laga resmi, Lazio tidak terkalahkan oleh Torino selama 12 tahun terakhir. Kekalahan terakhir Lazio atas Torino terjadi pada musim 2001/2002 di Stadio Olimpico Torino dengan skor 0-1. Kekalahan terakhir di Stadio Olimpico Roma terjadi pada musim 1994/1995 dengan skor 0-2.
Lima head to head terakhir:
26 Juli 2012 (Pra Musim): Lazio 0-3 Torino
14 Februari 2009 (Serie-A): Lazio 1-1 Torino
22 Januari 2009 (Coppa Italia): Lazio 3-1 Torino
28 September 2008 (Serie-A): Torino 1-3 Lazio
27 Januari 2008 (Serie-A): Torino 0-0 Lazio

Lima Laga Terakhir Lazio:
28 Oktober 2012 (Serie-A): Fiorentina 2-0 Lazio
25 Oktober 2012 (Liga Europa): Panathinaikos 1-1 Lazio
21 Oktober 2012 (Serie-A): Lazio 3-2 Milan
7 Oktober 2012 (Serie-A): Pescara 0-3 Lazio
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Lazio 1-0 Maribor

Lima Laga Terakhir Torino:
28 Oktober 2012 (Serie-A): Torino 1-3 Parma
21 Oktober  2012 (Serie-A): Palermo 0-0 Torino
13 Oktober 2012 (Uji Coba): Torino 2-2 Rijeka
7 Oktober 2012 (Serie-A): Torino 0-1 Cagliari
30 September 2012 (Serie-A): Atalanta 1-5 Torino

Perkiraan Susunan Pemain:
Lazio (4-1-4-1):
1-Albano Bizzari; 29-Abdoulay Konko, 3-Andre Diaz, 20-Giuseppe Biava, 19-Senad Lulic; 32-Cristian Brocchi; 87-Antonio Candreva, 15-Alvaro Gonzalez, 23-Ogenyi Onazi, 6-Stefano Mauri (kapten); 11-Miroslav Klose

Torino (4-3-3):
1-Jean Francois Gillet; 3-Danilo D’Ambrosio, 25-Kamil Glik, 6-Angelo Ogbonna, 17-Salvatore Masiello; 33-Matteo Brighi, 14-Alessandro Gazzi, 20-Giuseppe Vives; 11-Alessio Cerci, 9-Rolando Bianchi (kapten), 10-Alessandro Sgrigna

Wasit:
Antonio Giannoccaro

Penerawangan Mbah Galuh:
Lazio 2-0 Torino

Waktu Pertandingan:
Kamis, 1 November 2012, pukul 02.45 WIB.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Fiorentina-Lazio Menjaga Tren Positif Menjelang Derby


Fiorentina-Lazio Menjaga Tren Positif Menjelang Derby
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

grafis diolah dari http://legaseriea.it

Terlepas dari hasil seri yang mengecewakan saat melawan Panathinaikos di Liga Europa, Lazio telah kembali pada tren positifnya dengan tiga kemenangan beruntun di Serie-A dan menuai 4 poin dari dua laga Eropanya. Tren ini harus dipertahankan karena seminggu lagi Lazio akan menjalani laga istimewa, Derby della Capitale. Hasil positif melawan Fiorentina akan menjadi modal mental yang sangat berharga.

Fiorentina musim ini adalah tim berbahaya. Ditangani Vincenzo Montella, saat ini bertengger di posisi enam klasemen. La Viola lebih berbahaya daripada Milan yang dijungkalka Lazio di Olimpico pekan lalu. Apalagi mereka bermain di hadapan pendukungnya di Stadio Artemio Franchi. Tanpa kompetisi Eropa pemain-pemain Fiorentina akan tampil dalam kebugaran yang lebih baik.

Setelah mengistirahatkan beberapa pemain intinya di Athena, Petkovic akan kembali menurunkan skuad terbaiknya yang ada pada pola 4-1-4-1. Klose, Lulic dan Mauri masih diragukan, tetapi diharapkan dapat pulih dalam dua harin tersisa. Marchetti dan Ederson belum dapat tampil akibat cedera, sementara Radu dan Brocchi telah siap kembali walaupun akan memulainya dari bangku cadangan.

Montella tak dapat menurunkan Roncaglia dan Pizzaro karena hukuman serta Camporesse yang cedera. Tetapi pemain lain sama berbahayanya dengan mereka. Walaupun masih belum sempurna, tampaknya Montella akan tetap bermain dengan skema favoritnya 3-5-2. Duet ujung tombak yang diisi pencetak gol terbanyak mereka, Jovetic, dan Toni harus benar-benar diwaspadai.

Ini laga yang berat bagi Lazio. Mencuri gol secepat mungkin dan mempertahankan kemenangan dengan penguasaan bola serta tekanan yang konsisten harus mampu diperagakan Mauri dan kawan-kawan setelah belajar dari dua pengalaman berharga melawan Milan dan Panathinaikos. Lazio memiliki peluang yang bagus untuk memenangi laga ini, walaupun dengan skor tipis.

Head to head:
Sejak musim 1928/1929 kedua tim telah bertemu di 131 pertandingan. Lazio memenangi 48 laga, Fiorentina 44 laga dan 39 laga lainnya berakhir seri. Lima perjumpaan terakhir Lazio tidak terkalahkan oleh Fiorentina, bahkan memenangi 4 di antaranya. Kekalahan terakhir Lazio dari Fiorentina di Serie-A terjadi pada musim 2008/2009 di Stadio Artemio Franchi dengan skor 3-2. Musim lalu Lazio memenangi kedua laganya melawan Fiorentina.
Lima head to head terakhir:
26 Februari 2012 (Serie-A): Lazio 1-0 Fiorentina
2 Oktober 2011 (Serie-A): Fiorentina 1-2 Lazio
29 Januari 2011 (Serie-A): Lazio 2-0 Fiorentina
18 September 2010 (Serie-A): Fiorentina 1-2 Lazio
2 Februari 2010 (Serie-A): Lazio 1-1 Fiorentina

Lima Laga Terakhir Fiorentina:
21 Oktober  2012 (Serie-A): Chievo 1-1 Fiorentina
7 Oktober 2012 (Serie-A): Fiorentina 1-0 Bologna
30 September 2012 (Serie-A): Inter 2-1 Fiorentina
25 September 2012 (Serie-A): Fiorentina 0-0 Juventus
22 September 2012 (Serie-A): Parma 1-1 Fiorentina

Lima Laga Terakhir Lazio:
25 Oktober 2012 (Liga Europa): Panathinaikos 1-1 Lazio
21 Oktober 2012 (Serie-A): Lazio 3-2 Milan
7 Oktober 2012 (Serie-A): Pescara 0-3 Lazio
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Lazio 1-0 Maribor
30 September 2012 (Serie-A): Lazio 2-1 Siena

Perkiraan Susunan Pemain:
Fiorentina (3-5-2):
1-Emiliano Viviano; 15-Stefan Savic, 2-Gonzalo Rodriguez, 40-Nenad Tomovic; 11-Juan Cuadrado, 14-Matias Fernandez, 5-Ruben Olivera, 20-Borja Valero, 23-Manuel Pasqual (kapten); 30-Luca Toni, 8-Stevan Jovetic

Lazio (4-1-4-1):
1-Albano Bizzari; 29-Abdoulay Konko, 3-Andre Diaz, 20-Giuseppe Biava, 19-Senad Lulic; 24-Cristian Ledesma; 87-Antonio Candreva, 15-Alvaro Gonzalez, 8-Anderson Hernanes, 6-Stefano Mauri (kapten); 11-Miroslav Klose

Wasit:
Mauro Bergonzi

Penerawangan Mbah Galuh:
Fiorentina 0-1 Lazio

Waktu Pertandingan:
Minggu, 28 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB. Pertandingan tidak disiarkan langsung TVRI.

Hantu Tersebut Bernama Klose


Hantu Tersebut Bernama Klose
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

foto dari http://lazioland.com
Bagi Fiorentina, Miroslav Klose adalah hantu yang selalu menghadirkan mimpi buruk. Tak heran, di mata para pendukung La Viola, pemain berusia 34 tahun ini adalah tokoh antagonis. Mimpi buruk yang dihadirkan bagi pasukan ungu tersebut, bahkan sudah dimulai sejak Klose masih berseragam Bayern Muenchen.

Teror Hantu Dimulai di Jerman
Saat itu Fiorentina dilatih oleh Cesar Prandelli, dan berhasil lolos hingga peredelapan final Liga Champions 2009/2010. Pada leg pertama di Allianz Arena, laga tinggal tersisa 1 menit lagi, dan kedudukan saat itu imbang 1-1. Hasil seri dengan mencetak gol di kandang lawan, apalagi dengan tim sekuat Muenchen, tentulah merupakan modal sangat berharga untuk menjalani leg kedua di Stadio Artemio Franchi.

Mimpi buruk dimulai dari sebuah umpang panjang Arjen Robben ke depan gawang Sebastien Frey. Klose dengan indah menanduk bola, dan gol. Pemain Fiorentina protes karena menganggap posisi Klose offside, tetapi wasit Ovrebro bergeming mengesahkan gol tersebut. Burung yang sudah dalam genggaman tangan Fiorentina pun terbang menjauh.

Bagi yang menyaksikan dari luar lapangan, Klose memang berdiri offside saat umpan dilepaskan Robben. Pelatih Muenchen, Louis van Gaal mengakuinya. Presiden Muenchen Karl-Heinz Rummenigge mengakuinya. Setelah menyaksikan tayangan ulang di televisi, Klose pun mengakuinya. Tetapi semua sudah terlambat.

Klose yang terkenal dengan sportivitasnya tak dapat berbuat apa-apa. “Situasinya berbeda dengan laga melawan Napoli. Saat itu saya tahu bahwa saya handball, jadi saya dapat memberi tahu wasit agar gol dibatalkan. Saat melawan Fiorentina, saya tidak tahu posisi saya offside, dan baru tahu setelah saya melihat siaran tunda di televisi. Sudah terlambat,” ujar Klose pekan lalu.

Pada leg kedua di Stadio Artemio Franchi, Fiorentina berhasil mengalahkan Muenchen 3-2, dan menyamakan agregat menjadi 4-4. Tetapi Muenchen lah yang lolos karena lebih banyak mencetak gol tandang. Mimpi besar la Viola berubah menjadi mimpi buruk.

Sang Hantu Bergentayangan di Italia
Klose seakan tak hendak membiarkan Fiorentina melupakan kejadian tragis tersebut. Setahun kemudian dia bergabung dengan Lazio. Dan tetap menjadi sosok hantu yang menakutkan bagi Fiorentina.

Di musim lalu, musim pertamanya di Lazio, saat berlaga di Stadio Artemio Franchi, wujud Klose makin menakutkan. Laga memasuki menit-menit akhir, para pendukung La Viola sudah cukup puas bahwa pertandingan akan berakhir seri 1-1. Hingga Giuseppe Sculli mengirim umpan lambung ke depan gawang Artur Boruc. Lagi-lagi tandukan Klose membuyarkan impian Fiorentina. Kali ini tanpa kontroversi. Itu gol indah buah kejeniusan Klose.

Seakan sudah ditakdirkan sebagai pembawa petaka bagi Fiorentina, pada pertemuan kedua di musim lalu di Olimpico lagi-lagi Klose mengirimkan Fiorentina ke dasar jurang mengerikan. Tendangan kerasnya usai menerima umpan manis Hernanes, menjadi gol satu-satunya Lazio ke gawang Artur Boruc malam itu. Dan gol satu-satunya di pertandingan tersebut. Sempurnalah sudah Klose menjadi sesosok hatu menakutkan bagi Fiorentina.

Minggu malam nanti, jika diturunkan, sang hantu akan kembali bergentayangan di Stadio Artemio Franchi. Kalau Klose kembali mencetak gol kemenangan, maka Klose akan menjadi legenda tersendiri bagi La Viola yang tak akan pernah dilupakan sepanjang masa. Legenda tentang sebuah mimpi mengerikan.

Avanti Lazio!

Rabu, 24 Oktober 2012

Panathinaikos-Lazio di Tengah Krisis Pemain


Panathinaikos-Lazio di Tengah Krisis Pemain
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

grafik dioleh dari http://uefa.com
Panathinaikos memang belum pernah meraih juara di Eropa. Tetapi klub ini pernah mencapai final Liga Champions 1970/1971 dan dua kali hingga babak semifinal (1984/1985 dan 1995/1996). Pencapaian tertinggi di kejuaran setingkat Liga Europa adalah perempatfinal 1987/1988 dan 2002/2003.

Di liga domestik, mantan tim Djibril Cisse ini cukup perkasa dengan 20 kali merebut juara Super Leage dan 17 kali juara Piala Yunani. Tahun 2010 Panathinaikos merebut keduanya. Musim lalu mereka peringkat dua Super League Yunani. Memulai dari kualifikasi ketiga Liga Champions dengan mengalahkan wakil Skotlandia, Motherwell, dengan agregat 5-0, Panathinaikos dilibas wakil Spanyol, Malaga, di babak playoff dengan agregat 0-2 dan meneruskan langkah di fase grup Liga Europa.

Secara tradisional, Panathinaikos selalu menempati puncak Super League bersaing dengan Olympiakos. Badai krisis finansial yang melanda Yunani memaksa Panathinaikos melepas bintang-bintangnya sehingga musim ini prestasinya menurun tajam. Saat ini Panathinaikos menempati posisi ke 9 Super League, hanya mengumpulkan 8 poin dari 7 pertandingan. Di Liga Europa, Panathinaikos sementara menempati posisi juru kunci dengan 1 poin dari menahan imbang Tottenham Hotspurs, setelah dibantai Maribor 0-3 di laga pembuka grup. Masalah utama dari Panathinaikos yang dilatih mantan pelatih timnas U-21 Portugal, Josualdo Ferreira ini adalah mencetak gol sehingga sebagaian besar laga berakhir seri.

Walaupun demikian, Panathinaikos terkenal tangguh di kandang, dan memiliki rekor baik di masa lalu ketika menghadapi tim asal Italia. Tim Italia terakhir yang dikalahkan Panathinaikos adalah AS Roma dengan skor 3-2.

Petkovic kehilangan beberapa pemain penting untuk laga ini. Marchetti, Ederson dan penyerang sayap muda usia, Rozzi, dipastikan tidak dapat tampil karena cedera. Klose dan Lulic juga diragukan kondisinya. Dan tampaknya Petkovic juga akan mengistirahatkan beberapa pemain intinya seperti Konko, Biava dan Gonzalez. Hernanes pun kemungkinan akan diistirahatkan, minimal tidak akan bermain penuh. Ini karena akhir pekan ini Lazio akan bertandang ke kandang tim kuat Fiorentina pada giornata 9 Serie-A.

Dengan skuad yang ada, Petkovic tampaknya akan lebih memilih pendekatan bertahan dengan menurunkan Cana untuk mendampingi Ledesma. Bagaimanapun, Lazio harus membawa pulang poin dari laga ini. Kemenangan tipis mungkin terjadi, atau minimal seri. Lazio dapat mengejar poin penuh seminggu mendatang di Olimpico ketika menjamu tim yang sama di matchday 4.

Head to head:
Kedua tim belum pernah berhadapan pada laga resmi. Satu-satunya pertemuan antara Lazio dan Panathinaikos terjadi di Olimpico pada laga uji coba pra-musim 8 Agustus 2007 saat Lazio mengalahkan Panathinaikos dengan skor 2-1.

Lima Laga Terakhir Panathinaikos:
21 Oktober  2012 (Super League): Panathinaikos 1-1 Aris
7 Oktober 2012 (Super League): Xanthi 1-2 Panathinaikos
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Panathinaikos 1-1 Tottenham Hotspurs
30 September 2012 (Super League): Panathinaikos 0-0 Asteras
24 September 2012 (Super League): Panathinaikos 1-1 Atromito

Lima Laga Terakhir Lazio:
21 Oktober 2012 (Serie-A): Lazio 3-2 Milan
7 Oktober 2012 (Serie-A): Pescara 0-3 Lazio
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Lazio 1-0 Maribor
30 September 2012 (Serie-A): Lazio 2-1 Siena
27 September 2012 (Serie-A): Napoli 3-0 Lazio

Perkiraan Susunan Pemain:
Panathinaikos (3-5-2):
27-Orestis Karnezis; 5-Andre Pinto, 16-Giourkas Seitaridis, 24-Loukas Vyntra (kapten); 22-Stergos Marinos, 6-Vitolo, 17-Zeca, 61-Quincy Owusu-Abeyie, 45-Konstantinos Triantafyllopoulos; 9-Toche, 10-Lazaros Christodoulopoulos

Lazio (4-1-4-1):
1-Albano Bizzari; 5-Lionel Scaloni, 3-Andre Diaz, 2-Michael Ciani, 39-Luis Pedro Cavanda; 24-Cristian Ledesma; 87-Antonio Candreva, 27-Lorik Cana, 8-Anderson Hernanes, 6-Stefano Mauri (kapten); 99-Sergio Floccari

Wasit:
Carlos Clos Gomez (Spanyol)

Penerawangan Mbah Galuh:
Panathinaikos 0-1 Lazio

Waktu Pertandingan:
Kamis (malam Jumat/malam takbiran), 25 Oktober 2012, pukul 24.00 WIB. Pertandingan tidak disiarkan langsung televisi terestrial di Indonesia..

Jumat, 19 Oktober 2012

Lazio-Milan, Laga Strategis bagi Lazio


Lazio-Milan, Laga Strategis bagi Lazio
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
©2012

grafis dari http://legaseriea.it

Ini laga yang sangat strategis dan krusial bagi Lazio. Dengan Napoli dan Juventus saling berhadapan di kota Torino, maka ini kesempatan bagi Lazio untuk menipiskan jarak dengan pemuncak klasemen, karena minimal salah satu dari Napoli dan Juventus pasti akan kehilangan poin. Kemenangan juga akan menjadi modal semangat saat melawat ke Athena Kamis depan untuk menantang Panathinaikos di Grup J Liga Europa.

Vladimir Petkovic dapat lebih leluasa menurunkan pemain pilihannya karena hanya Brocchi yang masih dalam perawatan. Tampaknya Petkovic akan tetap menurunkan skuad utamanya pada pola favoritnya 4-1-4-1. Ini ujian kedua baginya dengan menghadapi tim kuat, setelah polanya tidak berjalan baik saat menghadapi Napoli.

Milan memang sedang menghadapi masalah cedera. Tekanan pada tim juga besar setelah hanya mengoleksi 7 poin dari 7 laganya dan menempati urutan 11 klasemen sementara. Tetapi sangat berbahaya untuk meremehkan Milan, karena tim besar selalu memiliki kesempatan bangkit setiap saat. Milan tetap sangat berbahaya.

Pelatih Massimiliano Allegri dihadapkan pada masalah keterbatasan pemain. Dia tidak dapat menurunkan Strasser, Didac Vila, Muntari, Mesbah dan Robinho karena cedera dan kiper utama Abbiati karena sakit serta kapten Ambrosini karena menjalani hukuman larangan main. Allegri akan memainkan pola 4-2-3-1 dengan Bojan menjadi penyerang tunggal, ditunjang trio Emanuelson-Boateng-El Shaarawy. Pazzini akan memulai dari bangku cadangan.

Laga akan berlangsung ketat dan seimbang. Kedua tim akan bermain menyerang sejak awal dengan motivasi tinggi. Lazio akan berusaha memenangi laga strategis ini di hadapan pendukungnya, sedang Milan akan sekuat tenaga menghindari dari keterpurukan lebih dalam. Lazio lebih diuntungkan dengan kondisi mental yang lebih baik karena bermain di depan laziali dan dengan skuad yang lengkap. Lazio tampaknya akan mengulang skor dari pertemuan terakhir di tempat yang sama, 2-0.

Head to Head
Milan memang jauh lebih unggul. Dari 143 pertemuan sejak tahun 1927, Milan memenangi 62 laga, Lazio 27 laga dan 54 sisanya berakhir imbang. Tetapi sejak kekalahan 1-2 di bulan November 2009, Milan tidak pernah lagi dapat mengalahkan Lazio di laga Serie-A, baik di Olimpico maupun di San Siro. Kekalahan terakhir Lazio terjadi di perempat final Coppa Italia musim lalu, 1-3 di San Siro.
Lima Pertemuan Terakhir:
2 Februari 2012 (Serie-A): Lazio 2-0 Milan
26 Januari 2012 (Coppa Italia): Milan 3-1 Lazio
9 September 2011 (Serie-A): Milan 2-2 Lazio
1 Februari 2011 (Serie-A): Milan 0-0 Lazio
22 September 2010 (Serie-A): Lazio 1-1 Milan

Lima laga terakhir Lazio:
7 Oktober 2012 (Serie-A): Pescara 0-3 Lazio
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Lazio 1-0 Maribor
30 September 2012 (Serie-A): Lazio 2-1 Siena
27 September 2012 (Serie-A): Napoli 3-0 Lazio
24 September 2012 (Serie-A): Lazio 0-1 Genoa

Lima laga terakhir Milan:
8 Oktober 2012 (Serie-A): Milan 0-1 Inter
3 Oktober 2012 (Liga Champions): Zenit 2-3 Milan
29 September 2012 (Serie-A): Parma 1-1 Milan
26 September 2012 (Serie-A): Milan 2-0 Cagliari
23 September 2012 (Serie-A): Udinese 2-1 Milan

Perkiraan Susunan Pemain:
Lazio (4-1-4-1):
22-Federico Marchetti; 29-Abdoulay Konko, 3-Andre Dias, 20-Giuseppe Biava, 19-Senad Lulic; 24-Cristian Ledesma; 15-Alvaro Gonzalez, 8-Anderson Hernanes, 87-Antonio Candreva, 6-Stefano Mauri (kapten); 11-Miroslav Klose

Milan (4-2-3-1):
1-Marco Amelia; 20-Ignazio Abate, 25-Daniele Bonera, 76-Mario Yepes, 2-Mattia De Sciglio; 34-Nigel de Jong, 18-Riccardo Montolivo; 28-Urby Emanuelson, 10-Kevin-Prince Boateng, 92-Stephan El Shaarawy; 22-Bojan Krkic

Wasit:
Paolo Tagliavento

Penerawangan Mbah Galuh:
Lazio 2-0 Milan

Waktu Pertandingan:
Minggu, 21 Oktober 2012, pukul 01.45 WIB. Pertandingan disiarkan secara langsung oleh TVRI.

Selasa, 16 Oktober 2012

Fakta dan Mitos: Ultras, Kekerasan dan Rasisme


Fakta dan Mitos: Ultras, Kekerasan dan Rasisme
(bagian kedua dari tiga tulisan)
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
@2012
foto dari http://ultraslazio.it
 Pengantar:
Ini bagian kedua dari tiga artikel tentang klutur Ultras di persepakbolaan Italia. Bagian kedua ini akan mengulas tentang distorsi, ekses dan kesalahpahaman pengertian tentang Ultras. Merupakan kelanjutan dari bagian pertama, “Ultras, A Way of Life”. Bagian ketiga, “Irriducibili Tak Pernah Mati” akan secara khusus mengulas lahir, berkembang dan bubarnya kelompok Ultras paling fenomenal di Italia, Irriducibili Lazio. Meskipun demikian, masing-masing bagian artikel dapat dibaca secara mandiri.

*****
Dalam perkembangannya, sikap, nilai-nilai dan mentalitas Ultras ini (lihat bagian pertama), mengalami distorsi pada penerapannya. Distorsi ini terjadi di dua ranah. Di kalangan Ultras sendiri, distorsi perilaku Ultras menyebabkan timbulnya ekses yang tidak diinginkan. Di kalangan pengamat, ekses tersebut berujung pada generalisasi Ultras dan pencampuradukan antara Ultras dengan fenomena lain yang sebetulnya tidak berkaitan. Timbullah mitos-mitos menyesatkan tentang Ultras.

Media berbahasa Inggris, yang lebih menguasai dunia dibandingkan media berbahasa Italia, memiliki andil sangat besar dalam penyebarluasan mitos-mitos ini. Fenomena yang terjadi di Inggris dikaitkan secara naif dengan pengamatan dan pengalaman terhadap hal-hal eksesif yang terjadi di persepakbolaan Italia.

Mitos Pertama: Ultras Identik dengan Kekerasan
Hingga awal tahun delapanpuluhan, gerakan Ultras di persepakbolaan Italia cukup mengundang decak kagum dunia. Nilai dan mentalitas yang menjunjung tinggi kehormatan, totalitas, loyalitas dan solidaritas (serta independensi) di kalangan Ultras memberi nilai tambah pada sepakbola itu sendiri. Sepakbola tidak lagi sekedar olahraga dan pertunjukkan kebolehan pemain di lapangan, tetapi juga melibatkan puluhan ribu penonton di tribun stadion. Pertunjukan tidak lagi berakhir setelah peluit panjang wasit berakhir, tetapi berlanjut pada kehidupan sehari-hari. Sepakbola telah menjadi sebuah ekspresi spiritual.

Kekerasan antar-Ultras memang tidak terhindarkan. Sesekali terjadi konflik antara pendukung yang berujung pada kekerasan. Tetapi kekerasan memang dapat saja terjadi, di kalangan Ultras atau bukan, di sepakbola atau di aspek kehidupan lain, di komunitas manapun, di negara manapun. Dan sejauh itu, ekses Ultras ini hanya terjadi di Italia, belum lagi menyentuh ke luar batas negara. Ultras mengalami masa keemasan.

Seiring booming sepakbola Italia, klub-klub Italia secara masif bersentuhan dengan sepakbola Eropa. Di sinilah bencana berawal. Tahun 1977 kelompok-kelompok kecil pendukung AS Roma membentuk Commando Ultra Curva Sud (CUCS), sebuah kelompok Ultras yang tertata rapi dan terorganisasi. Awal tahun 1982 kelompok ini terbagi dalam beberapa faksi yang tak terkendali. Mereka inilah yang bertanggung jawab terhadap runtuhnya citra Ultras.

Diawali dengan terbunuhnya pendukung Lazio, Vicenzo Paparelli, pada derby 1979 oleh pendukung AS Roma. Tahun 1984, lusinan pendukung Liverpool mengalami penikaman usai Liverpool mengalahkan AS Roma di final European Cup, bahkan juga terhadap pendukung Liverpool dari kalangan keluarga yang sedang berjalan kembali menuju hotel, termasuk seorang bocah 13 tahun. Kejadian inilah yang menjadi katalis terjadinya tragedi Heysel setahun kemudian, dan yang menjadi korban tak berdosa dari aksi balas dendam ini adalah pendukung Juventus.

Februari 2001, 14 pendukung Liverpool kembali mengalami penikaman saat Liverpool bertanding melawan AS Roma di laga UEFA Cup. Desember 2001, 5 pendukung Liverpool mengalami hal yang sama saat kedua tim bertemu di laga Liga Champions. Tahun 2006, 13 pendukung Middlesborough mengalami luka serius, 3 di antaranya ditikam, saat kedua tim bertemu di laga UEFA Cup. Tahun 2007, 13 pendukung Manchester United luka parah, 3 di antaranya ditikam, pada laga Liga Champions. Dua tahun kemudian giliran seorang pendukung Arsenal yang mengalami hal yang sama. Semua terjadi di kota Roma dan dilakukan oleh pendukung AS Roma.

Media Inggris segera menjuluki Roma sebagai “Stab City” (kota penikaman), dan melakukan generalisasi terhadap semua kelompok Ultras di Italia. Mereka menyamakan Ultras Italia dengan kelompok perusuh sepakbola Inggris, hooligans. Padahal, sesungguhnya, Ultras bertolak belakang dengan hooliganisme.

Ultras bertujuan mendukung klubnya, sedang hooligans bertujuan menyerang pendukung lawan. Ultras terorganisasi, bangga dengan identitas klubnya dan mengenakannya setiap saat, sedangkan hooligans tidak terorganisasi dan cenderung menyamarakan identitasnya..

Apa daya, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Akibat kejadian-kejadian di atas, kini Ultras Italia selalu diidentikkan dengan kekerasan.

Mitos Kedua: Ultras Identik dengan Rasisme
Ultras tidak steril terhadap politik. Justru latar belakang sosial dan politik tertentulah yang menjadi pengikat terkuat sebuah kelompok Ultras. Ultras yang “beraliran” kanan seperti pendukung Lazio, Internazionale atau Hellas Verona sangat kental dengan paham kekananan ini. Maka rasisme muncul, meskipun dalam kelompok-kelompok kecil dan minoritas. Dari kelompok-kelompok minoritas ini pun, hanya sebagian kecil yang intinya benar-benar kebencian terhadap ras berbeda, lainnya hanyalah ekspresi bodoh fans untuk menjatuhkan mental lawan.

Yang disebut belakangan tadi sangat jelas terlihat, saat mereka mengekspresikan tindakan “rasis” terhadap pemain berkulit hitam dari pihak lawan, tetapi justru memberikan dukungan bagi pemain berkulit hitam dari klub sendiri.

Kesalahpahaman lain muncul dengan menyamakan paham fasisme dengan rasisme, padahal keduanya adalah dua hal yang sangat berbeda. Di kalangan kanan Italia, masih sangat kuat mengalir paham fasisme yang dicetuskan oleh Benito Mussolini menjelang Perang Dunia Kedua. Fasisme adalah paham yang ultra-nasionalis, anti-liberalisme, anti-komunisme, menentang investasi asing dan penjualan aset Italia (termasuk klub) ke investor non-Italia. Mussolini dan Hitler sama-sama fasis, tetapi berlainan dengan Hitler, Mussolini tidak rasis.

Dua kesalahpahaman inilah yang menimbulkan mitos bahwa, misalnya, Ultras Lazio adalah rasis. Media Inggris berpatokan pada dicemoohkannya Fabio Liverani di awal karirnya di Lazio oleh pendukung Lazio sendiri. Padahal, perlakuan itu diterima Liverani karena, sebelum bergabung dengan Lazio, dia pernah secara terbuka mengatakan dirinya fans AS Roma, bukan karena Liverani berkulit hitam. Antonio Candreva mengalami hal yang sama akibat rumor dirinya pendukung AS Roma di masa remaja. Padahal Candreva berkulit putih. Mundingayi, Dabo, Manfredini, Diakite, Makinwa, Cisse, Konko, Cavanda, Onazi dan pemain berkulit hitam Lazio lainnya tak pernah mengalami perlakuan rasis dari pendukungnya sendiri.

Salam Paolo Di Canio yang mengangkat tangan kanannya sebagai selebrasi golnya, disalahartikan oleh media Inggris sebagai salam ala Hitler yang rasis. Padahal salam itu sesungguhnya adalah salam khas Romawi yang dijiplak Hitler, yang merasa dirinya setara kaisar Romawi. Di Canio menegaskan, bahwa dirinya memang fasis, tetapi bukan rasis.

Jadi Ultras memang memegang teguh kehormatan, totalitas, loyalitas, solidaritas dan independensi. Tetapi Ultras sejati adalah anti-kekerasan dan anti-rasisme.

Baca juga bagian pertama, “Ultras, A Way of Life” di: http://galuhtrianingsihlazuardi.blogspot.com/2012/09/ultras-way-of-life.html

Kamis, 11 Oktober 2012

Berpijaklah di Bumi, Kompetisi Baru Akan Dimulai


Berpijaklah di Bumi, Kompetisi Baru Akan Dimulai
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

foto dari http://newnotizie.it
Perjudian Lotito dengan mengangkat Petkovic untuk menggantikan Reja memberikan hasil positif, sejauh ini. Di Serie A, Petkovic berhasil menempatkan Lazio di jajaran elit, sama halnya dengan Reja musim lalu. Keduanya sama-sama berhasil menempatkan Lazio di posisi tiga besar setelah memainkan 7 laga. Pada titik yang sama, Reja mencatat 14 poin dari 4 menang, 2 seri, 1 kalah. Petkovic membukukan 15 poin dari 5 menang, 2 kalah. Bedanya, saat itu Reja telah menghadapi 2 tim kuat, seri melawan Milan dan menang atas Roma. Petkovic baru menghadapi satu tim kuat, Napoli, dan kalah. Keduanya pun menelan kekalahan atas Genoa di Olimpico.

Perbedaan cukup signifikan, sejauh ini terjadi di Liga Europa. Sama-sama melenggang mudah melewati play off. Reja mengoleksi 1 poin hasil seri lawan Vaslui dan kalah dari Sporting Lisbon. Petkovic membukukan 4 poin hasil menahan Tottenham Hotspurs dan mengalahkan Maribor, menempatkan Lazio di puncak Grup J.

Mesin Yang Sama
Sesungguhnya Petkovic memang tidak membawa revolusi di Lazio. Tim inti yang dimainkannya relatif tim yang sama dengan tim Reja musim lalu. Minus Djibril Cisse, pemain tambahan semacam Ciani, Ederson, Zarate dan Floccari tetap berada di luar tim inti Petkovic sejauh ini. Pola 4-2-3-1 yang dijalankan Reja, dilanjutkan oleh Petkovic. Berbeda dengan Reja yang secara rigid menerapkan pola ini, Petkovic lebih fleksibel, sehingga sepanjang pertandingan pola ini beralih ke 4-1-4-1 atau 4-3-3 sesuai keadaan. Petkovic memberikan perhatian khusus agar pemainnya mendominasi penguasaan bola dan tekanan kepada lawan.

Pendeknya, Petkovic menjalankan mesin yang sama dengan Reja, tetapi kini mesin tersebut telah diberi pelumas cukup sehingga lebih lancar jalannya. Hal-hal baik yang ditinggalkan Reja dilanjutkan, yang kurang, diperbaikinya.

Figur penting Lazio saat ini terletak pada sosok Alvaro Gonzalez, yang bahu-membahu dengan Ledesma untuk membantu pertahanan saat Konko dan Lulic naik membantu penyerangan. Gonzalez juga mengambil-alih sebagian tugas Ledesma sebagai jangkar antara lini belakang dan tengah sehingga memungkinkan Ledesma selalu pada posisi yang lebih dalam untuk mengantisipasi serangan balik lawan.

Oleh Petkovic, Hernanes diberikan keleluasaan cukup untuk bergerak secara vertikal untuk sesekali turun membantu pertahanan, sekaligus menjemput bola. Petkovic berhasil mengeksploitasi kelebihan Hernanes dalam menggalang serangan yang efektif dari kedalaman. Mauri dan Candreva diberi kebebasan penuh untuk mengeksplorasi ruang yang lebih luas, menguasai bola sambil menunggu Konko dan Lulic naik. Pergerakan ini mampu memberikan Klose ruang dan waktu untuk mengambil poisisi yang tepat dan mengkonversi peluang menjadi gol. Tetapi kunci utama keberhasilan Lazio saat ini adalah pada Dias dan Biava. Konsistensi mereka, dan kerentanan duet ini dari cedera akan sangat menentukan  perjalanan Lazio musim ini.

“Plan B”
Sejauh ini taktik Petkovic terbukti cukup ampuh dalam menghadapi tim-tim lemah seperti Mura, Atalanta, Palermo, Chievo, Siena, Maribor dan Pescara. Kecuali Genoa. Dengan catatan, Siena dan Maribor mampu membuyarkan dominasi permainan Lazio. Tetapi taktik Petkovic terbukti sama sekali tidak berjalan saat menghadapi Napoli. Tidak ada alasan pembenar sama sekali dari kekalahan 0-3 di San Paolo. Dan akan sangat berbahaya untuk menganggap kekalahan dari Genoa sebagai sebuah ketidakberuntungan, karena persoalannya justru terletak pada Lazio sendiri.

Laga lawan Genoa memberikan banyak pelajaran. Petkovic melakukan perubahan drastis pada pola permainan dengan menduetkan Zarate dan Kozak di ujung tombak pada skema 4-4-2. Inilah “Plan B” Petkovic. Pelatih Genoa, Gigi De Canio, mengatakan suatu hal yang penting usai laga. Dia menghitung, tak kurang dari 23 peluang didapat Lazio, tapi tak lebih dari 5 di antaranya yang cukup berbahaya. Penguasaan bola dan penciptaan peluang ternyata belum cukup untuk mengkonversi sebuah kemenangan. De Canio tahu ini, dan saya yakin, Petkovic lebih tahu lagi. Lalu, apakah “Plan B” harus segera dilupakan?

Petkovic tidak mungkin terus-menerus mengandalkan tim intinya sepanjang musim, dan tak mungkin terpaku pada pola yang sama untuk menghadapi semua lawannya. Dengan segala hormat harus dikatakan bahwa pola Petkovic ternyata tidak berjalan mulus saat menghadapi tim kuat  seperti Napoli, dan selama dua pekan liburan ini adalah kesempatan terbaik yang dimilikinya untuk mematangkan “Plan B” tersebut. Tidak hadirnya pemain seperti Klose, Lulic, Gonzalez, Candreva dan Cana pada periode ini justru dapat dimanfaatkan untuk mematangkan pemain lainnya.

Memanfaatkan Liburan
Lini belakang sementara cukup aman dengan kembalinya duet Dias-Biava pada bentuk permainan terbaiknya. Radu yang segera kembali, makin bersinarnya Cavanda, hadirnya Ciani dan sembuhnya Stankevicius memberi harapan. Lini tengah sementara ini juga memadai. Ederson terbukti mampu memecahkan kebuntuan  pada dua laga di mana dia menjadi starter. Masalahnya, kita harus menerima kenyataan bahwa mungkin Ederson akan berada di ruang perawatan sebanyak dia berada di lapangan.

Di lini depan Petkovic mau tak mau hanya menumpukan harapan pada Klose. Zarate dan Floccari masih berada di bawah bayang-bayang masa kejayaannya sendiri. Liburan dua pekan ini mungkin saat yang tepat untuk memaksimalkan peran Kozak sebagi penyerang tunggal. Betapapun dia menerima kritik saat laga lawan Genoa, Kozak menunjukkan bahwa dia mampu lebih membahayakan gawang lawan dibandingkan Floccari, apalagi Zarate.

Ujian Sesungguhnya Segera Datang
Usai liburan ini, ujian sesungguhnya segera datang. Lazio akan menghadapi lawan-lawan sekelas Napoli dalam enam pekan ke depan: Milan, Fiorentina, Roma, Juventus dan Catania, serta laga tandang-kandang melawan Panathinaikos, dan menjamu Tottenham Hotspurs di Liga Eropa. Di sinilah ujian sesungguhnya bagi Petkovic, apakah dia hanya akan mencapai sejauh yang dicapai Reja, melebihinya, atau justru lebih buruk daripada Reja.

Di antara semua lawan tersebut, laga melawan Milan 20 Oktober 2012 nanti akan sangat strategis bagi Lazio. Dengan Juventus berhadapan dengan Napoli pada pekan yang sama, maka kemenangan melawan Milan akan memperkecil jarak dengan keduanya, karena minimal salah satu di antara Juventus dan Napoli pasti akan kehilangan poin. Milan memang sedang terpuruk, tetapi itu justru harus diwaspadai. Max Allegri tentu akan berusaha sekuat tenaga agar laga melawan Lazio di Olimpico nanti tidak menjadi sebuah pesta perpisahan bagi dirinya dan Serie A musim ini.

Petkovic tentu tak ingin sejarah Lazio musim lalu berulang, bersinar di awal dan banyak kehilangan poin penting di perjalanan. Dan dia benar ketika mengatakan Lazio harus tetap berpijak di bumi. Karena kompetisi sesungguhnya baru akan dimulai.

Senin, 08 Oktober 2012

Zarate Sekali Lagi


Zarate Sekali Lagi
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

foto dari http://lalazio24.it
Mauro Zarate sekali lagi menjadi bahan berita di Lazio. Pelatih Petkovic tidak memasukkannya ke dalam skuad yang didaftarkan untuk laga terakhir menjelang kompetisi diliburkan, melawan Pescara. Tidak ada keterangan resmi tentang sebab sebenarnya, tetapi yang pasti itu karena masalah non-teknis, karena Zarate sehat wal afiat dan dalam kondisi fisik baik hingga menit terakhir di latihan terakhir.

Tanda tanya makin membesar tatkala Igli Tare tiba-tiba mengadakan rapat tertutup dengan agen Zarate, Luis Ruzzi di Formello tak lama kemudian. Tak sepatah katapun keluar dari kedua orang ini kepada wartawan. Petkovic pun tak mengungkap kejadian sesungguhnya, namun berkata penuh makna, “Zarate? Saya menyayangkan bahwa dia terpaksa tidak diikutkan ke Pescara, yang penting bagi saya adalah kepentingan tim, bukan kepentingan pribadi pemain secara individual.”

Zarate memang pribadi yang penuh kontroversi, padahal tak seorangpun yang meragukan bakat besar yang dimilikinya. Itulah sebabnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Formello, Zarate segera menjadi pemain kesayangan fans Lazio. Zarate memiliki semua persyaratan teknis untuk menjadi seorang bintang besar kecuali, mungkin, sikap dan kepribadiannya.

Zarate “Baru” di Awal Musim
Awal musim ini muncul harapan besar dari Laziali ketika Zarate kembali dari liburan dengan semangat baru untuk kembali memperkuat Lazio usai menjalani setahun peminjaman yang penuh kesedihan di Inter. Saat Lotito dan Tare memasukkan namanya di calcio mercato, Zarate justru berhasil meyakinkan dan membuat Petkovic jatuh hati. Dan pelatih asal Bosnia inipun memasukan namanya dalam skuad intinya. Namun sayang, tak berlangsung lama.

Beberapa pengamat mulai melihat keganjilan tentang Zarate saat laga melawan Genoa di Olimpico, di mana Zarate diduetkan dengan Kozak. Keduanya memang bermain buruk saat itu, tetapi kemarahan Petkovic terlihat ketika Zarate mengabaikan instruksinya agar Zarate bermain lebih dalam dan memberikan tempat yang lebih luas bagi Kozak di depan. Dan ketika menjamu Maribor tengah pekan lalu, Zarate terlihat enggan ketika dimasukkan pada menit 84 menggantikan Alvaro Gonzalez, dan bermain “ogah-ogahan”.

Ketika latihan terakhir menjelang laga lawan Pescara usai, tanpa sepatah katapun Petkovic menyerahkan daftar skuad yang akan di bawa kepada Tommaso Rocchi. Zarate segera meninggalkan Formello tanpa bicara setelah mengetahui namanya tak ada di situ. Dan tak lama kemudian, Zarate mengganti foto profil pada akun twitternya dengan kostum nomor 10-nya (kostum lama Puma), yang tergeletak di atas bangku ruang ganti Formello berwarna oranye. Tanpa keterangan apapun. Multi interpretatif, tetapi jelas menunjukkan kekecewaan Zarate.

Tujuh Pelatih
Pemain besar biasa berulah. Itu wajar. Tapi ada dua pertanyaan. Pertama, cukup “besar”-kah Zarate untuk berulah? Kedua, Zarate selalu bermasalah siapapun pelatihnya. Tercatat dengan enam pelatih sudah Zarate tidak dapat menyesuaikan dirinya. Rossi, Ballardini dan Reja di Lazio serta Gasperini, Ranieri dan Stramaccioni di Inter. Dan sekarang Petkovic. Tampaknya kini Zarate hanya memiliki dua opsi: patuh pada Petkovic atau dimasukkan mercato Januari nanti. Zarate harus belajar banyak dari Rocchi, yang tetap berkontribusi bagi tim walau hanya dari bangku cadangan.

Maksud Hati Menembak Olimpia, Apa Daya Lumba-lumba Yang Merana


Maksud Hati Menembak Olimpia, Apa Daya Lumba-lumba Yang Merana

foto dari http://lalazio24.it
Poster bergambar seorang pemburu sedang menembak elang yang terbang di atas padang rumput dengan seekor anjing (atau srigala tambun?) lari ketakutan ini menjadi populer di Pescara menjelang laga lawan Lazio pada giornata 7 Serie-A di Stadio Adriatico akhir pekan ini. Poster ini awalnya hanya ada di internet, tetapi kemudian dicetak dan ditempelkan di tepi jalan-jalan di Pescara. Teks pada poster tersebut adalah “Berburu pada 7 Oktober 2012”. Tentulah elang yang dimaksudkan adalah Olimpia, maskot Lazio.

Kebencian tifosi Pescara (pescarasi) terhadap Lazio diawali kejadian 30 tahun yang lalu saat seorang pendukung ultras Pescara (the Pescara Rangers) tewas ditikam saat laga Pescara – Lazio berlangsung. Di kemudian hari terbukti bahwa si penikam memang penduduk kota Roma, tetapi bukan pendukung Lazio, bahkan sama sekali bukan seorang penggemar sepakbola.

Tetapi informasi awal yang salah-kaprah ini terlanjur mendarah daging dan diteruskan secara turun-menurun di kalangan ultras Pescara. Saat laga kemarin, sempat terpampang banner bertuliskan “Kill All Romans” atau “Bunuh Semua Orang Roma” di Curva Nord Marco Mazza di Adriatico tempat pendukung Pescara berada, sebelum diamankan petugas. Untunglah tidak terjadi insiden berarti pada laga tersebut. Sekitar 200 orang pendukung Lazio yang hadir mendapatkan pengawalan ketat polisi setempat.

Pescara berlambang dolfin (lumba-lumba). Poster tersebut di atas menggambarkan pemburu yang menembak Olimpia. Tetapi kenyataan berkata lain.Maksud hati menembak Olimpia, apa daya justru sang lumba-lumba yang merana. Lazio mengalahkan Pescara secara mudah, 3-0, di hadapan para pendukungnya.

Presiden dan Direktur Lazio Ternyata Tak Digaji


Presiden dan Direktur Lazio Ternyata Tak Digaji

foto dari http://sslazio.it
Beberapa waktu yang lalu, surat kabar The Northern merilis laporan keuangan Serie-A untuk musim 2011/2012, serta secara khusus membandingkan antara Lazio dengan Juventus, dua tim selain Roma yang telah menjadi perusahaan publik dan mencatatkan sahamnya di Borsa Italiana.

Pada periode tersebut Lazio ternyata mencatat keuntungan bersih (net profit) setelah pajak sebesar 580.000 euro. Ini bukan yang pertama, tetapi sejak dipegang Claudio Lotito sebagai pemegang saham mayoritas dan Presiden klub, Lazio selalu mencatatkan laba sejak tahun 2004. Pada periode yang sama, Juventus mencatatkan kerugian bersih (net loss) sebesar 48,6 juta euro.

Sebagai catatan, rugi atau laba tidak ada hubungannya dengan investasi seperti pembangunan stadion, karena pengeluaran untuk itu dibukukan sebagai investasi dan bukan biaya. Laba atau rugi adalah semua pemasukan (tiket, sponsor, penjualan dan peminjaman pemain, hadiah dari FIGC atau UEFA, hak siaran televisi dan penjualan merchandise), dikurangi semua pemasukan (biaya operasional, gaji pemain dan staf, pembelian dan peminjaman pemain).

Yang lebih menarik, ternyata 7 orang direktur Lazio, termasuk Presiden Lotito, tidak menerima gaji sepeserpun dari klub, alias kerja sukarela. Di Juventus, Giuseppe Marotta bergaji 1,65 juta euro per musim, Aldo Mazzia 300.000 euro dan Pavel Nedved 200.000 euro.

Soal persyaratan Financial Fair Play yang diterapkan UEFA, sejak lama tidak menjadi masalah bagi Lazio. Dan soal hemat-berhemat semacam ini (tetapi tetap berprestasi baik), siapa yang bisa menandingi pakarnya: Claudio Lotito!

Sabtu, 06 Oktober 2012

Pescara vs Lazio, Laga Terakhir Sebelum Libur


Pescara vs Lazio, Laga Terakhir Sebelum Libur
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012

grafis diolah dari http://legaseriea.it

Akhirnya perjalanan melelahkan Lazio yang menjalani 7 laga dalam tiga pekan, tiba di penghujung sebelum kompetisi libur dua pekan untuk kualifikasi Piala Dunia 2014. Hanya sempat beristirahat 2 hari setelah menjamu Maribor, Petkovic membawa pasukannya ke Stadio Adriatic menghadapi tuan rumah Pescara.

Di wal musim, Pescara “dijagokan” sebagai tim yang akan kembali ke Serie-B setelah ditinggalkan pelatih uzur, Zdenek Zeman. Namun Pescara berhasil bangkit dan tidak terkalahkan di tiga laga terakhirnya di Serie-A, termasuk mencatat dua kemenangan terakhir. Jelas Pescara bukan lawan ringan, apalagi mereka memiliki kelebihan lain selain bermain di hadapan pendukungnya, yaitu fisik yang lebih bugar. Sama dengan Lazio, Pescara sedang berada di jalur positif.

Petkovic tetap belum dapat memainkan Diakite yang bermasalah serta Radu dan Brocchi yang masih dalam masa pemulihan. Namun Biava, Lulic, Ledesma dan Klose, yang tidak diturunkan saat menjamu Maribor, diharapkan dapat menjadi motor tim setelah menikmati istirahat sepekan. Petkovic akan kembali menurunkan tim utamanya untuk memastikan Lazio tetap berada berdekatan dengan pemuncak klasemen. Dengan kemungkinan Inter dapat kehilangan angka pada Derby della Madonnina, kemenangan akan memastikan Lazio kembali ke tiga besar.

Kalau Petkovic sedang dihadapkan pada bagaimana memadukan Ederson dan Hernanes, pelatih Giovanni Stroppa sedang menghadapi masalah yang lebih pelik. Belum dapat menurunkan Modesto, Crezcenzi dan Cosic yang cedera, kini ditambah lagi Weiss dan Zenon yang harus menjalani hukuman larangan main. Stroppa akan mengandalkan pada pasukan mudanya yang kurang berpengalaman. Terlepas dari itu semua, Pescara tetaplah berbahaya. Lazio harus mewaspadai gerakan eksplosif penyerang tengah berusia muda yang didatangkan dari Hajduk Split, Ante Vukusic.

Head to head:
Kedua tim pertama kali berhadapan pada musim 1977/1978, dan hingga kini telah melakukan 8 laga dengan Lazio memenangkan 4 laga, Pescara 2 laga dan sisanya seri. Kekalahan terakhir Lazio di Stadio Adriatic terjadi pada musim 1979/1980.
Lima pertemuan terakhir:
25 April 1993 (Serie-A): Lazio 2-1 Pescara
6 Desember 1992 (Serie-A): Pescara 2-3 Lazio
7 Mei 1989 (Serie-A): Pescara 0-0 Lazio
18 Desember 1988 (Serie-A): Lazio 2-2 Pescara
23 Maret 1980 (Serie-A): Pescara 2-0 Lazio

Lima Laga Terakhir Lazio:
4 Oktober 2012 (Liga Europa): Lazio 1-0 Maribor
30 September 2012 (Serie-A): Lazio 2-1 Siena
27 September 2012 (Serie-A): Napoli 3-0 Lazio
24 September 2012 (Serie-A): Lazio 0-1 Genoa
21 September 2012 (Liga Europa): Tottenham Hotspurs 0-0 Lazio

Lima Laga Terakhir Pescara:
30 September 2012 (Serie-A): Cagliari 1-2 Pescara
26 September 2012 (Serie-A): Pescara 1-0 Palermo
23 September 2012 (Serie-A): Bologna 1-1 Pescara
16 September 2012 (Serie-A): Pescara 2-3 Sampdoria
1 September 2012 (Serie-A): Torino 3-0 Pescara

Perkiraan Susunan Pemain:
Pescara (4-3-2-1):
77-Mattia Perin; 14-Antonio Balzano, 88-Christian Terlizzi, 15-Antonio Bocchetti, 5-Marco Capuano; 20-Matti Lund Nielsen, 18-Giuseppe Colucci, 4-Emmanuel Cascione (kapten); 93-Juan Quintero, 99-Gianluca Caprari; 22-Ante Vukusic

Lazio (4-1-4-1):
22-Federico Marchetti; 29-Abdoulay Konko, 3-Andre Diaz, 20-Giuseppe Biava, 19-Senad Lulic; 24-Cristian Ledesma; 87-Antonio Candreva, 15-Alvaro Gonzalez, 8-Anderson Hernanes, 6-Stefano Mauri (kapten); 11-Miroslav Klose

Wasit:
Andrea De Marco (Genoa)

Penerawangan Mbah Galuh:
Pescara 0-1 Lazio

Waktu Pertandingan:
Minggu, 7 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB. Pertandingan tidak disiarkan langsung oleh TVRI.