Minggu, 16 September 2012

A Tribute to Don Tommasino!


A Tribute to Don Tommasino!
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
@2012
foto: dari http://sportinglife.com
Tommaso Rocchi memang tidak lagi menjadi pilihan pertama Lazio di depan, bahkan sejak musim lalu. Di skuad Petkovic yang memiliki banyak penyerang, kapten Lazio ini memang harus legowo memberikan tempatnya kepada Klose, Floccari, Kozak, Zarate, dan di beberapa kesempatan juga kepada bintang muda Lazio, Antonio Rozzi.

Kenyataan ini tak membuatnya berkecil hati atau bersungut-sungut. Hal ini dibuktikannya dengan menolak tawaran Udinese dan Inter pada mercato lalu. Pemain yang tiga hari lagi berusia 35 tahun ini memilih bertahan di Formello meskipun menyadari bahwa posisinya di tim utama tak lagi terjamin. Rocchi bahkan tidak dimasukkan oleh Petkovic ke dalam skuad Lazio untuk fase grup Liga Europa yang segera bergulir. The Doctor memilih memberikan pengalaman pada Rozzi.

Ini juga tidak mengecilkan semangat Rocchi. Seperti dikatakan Presiden Lotito, peran Rocchi musim ini akan lebih banyak di bangku cadangan dan di ruang ganti, mirip peran Alessandro Del Piero di Juventus musim lalu. Rocchi tetap bersemangat. Pemain lain juga tetap menghargai sang kapten, walaupun tidak lagi sering menjejakkan kakinya di lapangan hijau. Lihatlah saat  Candreva mencetak gol kedua Lazio ke gawang Palermo pekan lalu. Setelah melakukan selebrasi “liar” di depan curva nord, hal pertama yang dilakukan Candreva adalah berlari ke bangku cadangan. Bukan Petkovic yang ditujunya, tetapi Rocchi, yang membalas pelukannya dengan hangat.
Rocchi memang seorang yang berjiwa besar. Awal musim 2011/2012 ketika Klose dan Cisse datang ke Lazio, Rocchi menyambutnya dengan hangat. Padahal, jika berpikir sempit, keduanya adalah rival Rocchi dalam memperebutkan posisi penyerang utama Lazio. Terhadap Petkovic yang menempatkannya sebagai penyerang kelima atau keenam, alumni akademi Juventus ini tetap menaruh hormat dan secara terbuka melontarkan pujian terhadap pelatih asal Bosnia ini. Sebagai seorang atlet, jiwa kompetitif Rocchi tak berkurang. Dia menyatakan siap diturunkan kapanpun dan siap menunjukkan performa terbaiknya.
Rocchi juga bukan seorang pemain yang penuntut. Saat masa jayanya di Lazio dan dia menjadi tandem penyerang yang berbahaya bersama Paolo Di Canio, terungkap bahwa gaji yang diterima Rocchi dari Lazio sungguh tidak layak. Bukan Rocchi yang melakukan protes, tetapi para ultras Lazio lah yang mendemo kantor Lotito dan menuntutnya agar menaikkan gaji Rocchi.
Loyalitas Rocchi kepada Lazio tak sedikitpun berubah, baik di atas lapangan maupun di bangku cadangan. Dan loyalitasnya ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Lotito telah menjamin sebuah posisi manajerial di Lazio ketika Rocchi mengakhiri karirnya sebagai pemain. Kontrak Rocchi dengan Biancocelesti memang akan berakhir Juni 2013.
Saya sepakat bahwa Klose dan Hernanes mungkin adalah transfer terbaik Lazio di era Lotito. Atau mungkin juga Marchetti dan Lulic. Tetapi Rocchi tetap memiliki nilai tersendiri yang telah dibuktikannya melebihi pemain lain. Kesetiaannya, jiwa besarnya, delapan tahun pengabdiannya dan 105 golnya bagi Lazio, lima diantaranya dicetak di gawang AS Roma pada Derby della Capitale. Apresiasi tertinggi bagi Rocchi.
A tribute to Don Tommasino!

Skuad-23 Petkovic untuk Hadapi Chievo


Skuad-23 Petkovic untuk Hadapi Chievo
Foto: http://legaseriea.it
 Vladimir Petkovic telah mendaftarkan 23 pemain Lazio untuk menghadapi Chievo Verona di Stadio Marc’Antonio Bentegodi, Minggu, 16 September 2012 pukul 17.30 WIB. Radu, Brocchi, Zauri dan Stankevicius yang cedera tidak dimasukkan dalam skuad, sedangkan Lulic yang masih diragukan mampu tampil, tetap didaftarkan oleh Petkovic. Diakite yang dikabarkan sedang menjalani fisioterapi, juga tidak termasuk pada daftar.

Selengkapnya adalah sebagai berikut:

Penjaga gawang:
1-Albano Bizzari, 84-Juan Pablo Carrizzo, 22-Federico Marchetti

Belakang:
20-Giuseppe Biava, 39-Luis Pedro Cavanda, 2-Michael Ciani, 3-Andre Dias, 29-Abdoulay Konko, 19-Senad Lulic, 5-Lionel Scaloni

Tengah:
27-Lorik Cana, 87-Antonio Candreva, 7-Ederson, 15-Alvaro Gonzalez, 8-Anderson Hernanes, 24-Cristian Ledesma, 6-Stefano Mauri, 23-Ogenyi Onazi

Depan:
99-Sergio Floccari, 11-Miroslav Klose, 18-Libor Kozak, 9-Tommaso Rocchi, 10-Mauro Zarate

Sumber: http://sslazio.it 

Sabtu, 15 September 2012

Lazio, "Best Team Photo of the Season 2012/2013"



Lazio memenangi “Best Team Photo of the Season 2012/2013”. Foto resmi yang dimuat di website resmi SS Lazio, http://sslazio.it ini mendapat suara terbanyak dari media-media sepakbola utama dan para bloggers ternama yang tergabung di Yahoo! Sports Blogs.

Skuad utama Lazio yang terdiri dari 25 pemain lengkap bersama manajemen SS Lazio, pelatih Vladimir Petkovic dan para asistennya memilih berfoto di depan landmark kota Roma, Collosseum. Dan tentu saja, Olimpia, maskot hidup Lazio berupa seekor elang betina, tak ketinggalan ikut berpose.

Jelaslah, siapa penguasa kota Roma sebenarnya. Hanya Lazio yang berjuluk Padroni Di Roma (Masters of Rome) atau Penguasa Kota Roma.

Foto tim Bari yang berpose di atas sebuah traktor di stadion mereka, mendapat suara terbanyak kedua. Tidak disebutkan foto resmi tim AS Roma berada di urutan ke berapa. Mungkin, Totti dan kawan-kawan berfoto dengan latar belakang sebuah jamban. Mungkin saja....

Sumber: http://sports.yahoo.com/blogs/soccer-dirty-tackle/lazio-win-best-team-photo-season-161534863--sow.html

Melanjutkan Tren Positif di Kota "Romeo and Juliet"


Melanjutkan Tren Positif di Kota “Romeo and Juliet”
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
@2012
foto: diolah dari http://legaseriea.it
“Romeo, Romeo, wherefore art thou, Romeo?” merupakan penggalan monolog Juliet pada drama mahakarya William Shakespeare, “Romeo and Juliet” yang mengambil Verona, kota di belahan Utara Italia sebagai latar belakangnya. Kisah yang memberikan pelajaran tentang kesetiaan cinta.

Ke kota itulah Petkovic akan membawa pasukannya akhir pekan ini, menghadapi tuan rumah Chievo di Stadio Marc’Antonio Bentegodi. Laga ini akan menjadi momentum bagi Biancocelesti untuk terus melanjutkan tren positifnya. Tetapi laga ini juga menjadi awal dari tiga pekan yang melelahkan karena dalam jangka wakyu tersebut, Lazio harus memainkan tujuh laga di Serie-A dan Liga Europa. Laga ini juga akan menjadi modal psikologis penting bagi Mauri dan kawan-kawan menjelang anjangsana ke White Hart Lane dan membuka langkahnya di Grup J Liga Europa, Jumat dini hari mendatang.

Krisis Kecil di Lini Belakang
Lini belakang Lazio menghadapi krisis kecil dengan cederanya Lulic saat mengemban tugas negara, padahal Radu, Stankevicius dan Zauri juga dalam perawatan Stefano Salvatori, kepala tim dokter Formello. Cavanda harus siap menapaki babak baru dalam karirnya, menjadi starter pada laga Serie-A. Di tengah, Brocchi dan Ederson belum fit untuk diturunkan, tetapi selebihnya, Petkovic dapat menurunkan pemain terbaiknya, termasuk Ciani yang kemungkinan akan memulai debutnya sebagai pemain pengganti. Petkovic kemungkinan akan menarik Mauri dan Candreva di belakang Klose sebagai antisipasi absennya Lulic dan memenangi pertarungan lapangan tengah. Pola 4-3-3 akan dikombinasikan dengan 4-5-1 dengan Klose sebagai target. Sementara Chievo kehilangan Alberto Paloschi yang cedera.

Pelatih Domenico Di Carlo tampaknya cukup sukses membentuk Chievo baru yang memiliki pertahanan kuat, kolektivitas tim dan penguasaan lapangan tengah; walaupun laga terakhir mereka kalah di kandang Parma. Jelas, Chievo kali ini bukan Chievo musim lalu yang di tempat yang sama dihabisi Lazio 0-3. Walaupun demikian, statistik menunjukkan bahwa lima pertemuan terakhir di Stadio Marc’Antonio Bentegodi, selalu dimenangi Lazio.

“Romeo and Juliet” memang simbol kesetiaan, dan di Verona pula Lazio akan setia dengan rangkaian kemenangannya. Kisah itu juga menghadirkan tragedi di ujung anti-klimaksnya, dan di Verona, kali ini, tragedi itu tampaknya kembali milik the Flying Donkey.

Head to Head:
Dari 18 pertemuan terakhir, Lazio memenangi 7 laga, Chievo 3 laga dan 8 laga lainnya berakhir seri. Terakhir kali bertemu di Stadio Marc’Antonio Bentegodi, Verona, Lazio mengandaskan tuan rumah dengan skor telak, 3-0.
Lima pertemuan terakhir:
29 Januari 2012 (Serie-A): Chievo 0-3 Lazio
22 Desember 2011 (Serie-A): Lazio 0-0 Lazio
6 Februari 2011 (Serie-A): Lazio 1-1 Chievo
26 September 2010 (Serie-A): Chievo 0-1 Lazio
24 Januari 2010 (Serie-A): Lazio 1-1 Chievo

Lima Laga Terakhir Chievo:
3 September 2012 (Serie-A): Parma 2-0 Chievo
27 Agustus 2012 (Serie-A): Chievo 2-0 Bologna
19 Agustus 2012 (Copa Italia): Chievo 4-0 Ascoli
14 Agustus 2012 (Pra Musim): Chievo 2-2 Udinese
8 Agustus 2012 (Pra Musim): Cagliari 1-0 Chievo

Lima Laga Terakhir Lazio:
3 September 2012 (Serie-A): Lazio 3-0 Palermo
31 Agustus 2012 (Liga Europa): Lazio 3-1 Mura
27 Agustus 2012 (Serie-A): Atalanta 0-1 Lazio
24 Agustus 2012 (Liga Europa): Mura 0-2 Lazio
17 Agustus 2012 (Pra Musim): Lazio 2-1 Malmo FF

Perkiraan Formasi:
Chievo (4-3-1-2):
54-Stefano Sorrentino; 12-Bostjan Cesar, 2-Dario Danielli, 20-Gennaro Sardo, 21-Nicolas Frey; 10-Luciano, 56-Perparim Hetemaj; 16-Luca Rigoni; 77-Cyril Thereau; 17-David Di Michele, 31-Sergio Pellissier (kapten)

Lazio (4-5-1):
22-Federico Marchetti; 29-Abdoulay Konko, 3-Andre Dias, 20-Giuseppe Biava, 39-Luis Pedro Cavanda; 15-Alvaro Gonzalez, 24-Cristian Ledesma, 8-Anderson Hernanes, 87-Antonio Candreva, 6-Stefano Mauri (kapten), 11-Miroslav Klose

Wasit:
Nicola Rizzoli (Bologna)

Peluang:
Chievo 40-60 Lazio

Penerawangan Mbah Galuh:
Chievo 0-2 Lazio

Waktu Pertandingan:
Minggu, 16 September 2012, pukul 17.30 WIB, live on TVRI

Senin, 10 September 2012

Menakar Peluang Lazio di Liga Europa


Menakar Peluang Lazio di Liga Europa
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
@2012
foto: http://uefa.com

Lazio mendapatkan Grup J yang cukup keras pada fase grup Liga Europa 2012/2013 bersama Tottenham Hotspur (Inggris), Panathinaikos (Yunani) dan Maribor (Slovenia).

Tottenham Hotspurs yang mengakhiri musim lalu di peringkat 4 BPL, seharusnya masuk ke Champions League, tetapi tertimpa “kesialan” akibat keberhasilan Chelsea, peringkat 5 BPL,  menjuarai turnamen itu musim lalu, sehingga harus menerima kenyataan ke Liga Europa, langsung di fase grup.

Panathinaikos adalah peringkat dua Superleague Yunani dan memulai dari kualifikasi ketiga Liga Champions dengan mengalahkan wakil Skotlandia, Motherwell, dengan agregat 5-0, Panathinaikos dilibas wakil Spanyol, Malaga, dengan agregat 0-2 dan meneruskan langkah di fase grup Liga Europa.

Sedangkan Maribor sebagai juara Liga 1.SNL Slovenia meniti asa dari babak kualifikasi Liga Champions. Mengalahkan  wakil Bosnia, Zeljeznicar dengan agregat 6-2 di kualifikasi kedua dan wakil Luksemburg, Dudelange dengan agregat 5-1, Maribor gagal masuk fase grup Liga Champions setelah menyerah dari wakil Kroasia dengan agregat 1-3 di babak play off sehingga terlempar ke fase grup Liga Europa.

Jelas ketiganya bukan lawan ringan bagi Lazio. Petkovic pun mengakui hal itu, seraya mengatakan bahwa lebih baik mendapatkan klub yang keras sehingga pasukannya akan berkonsentrasi penuh pada tiap laga tanpa memandang remeh lawan. Totenham Hotspurs saat ini menduduki rangking 27 menurut koefisien EUFA 2011/2012, Panathinaikos rangking 40 dan Maribor rangking 193. Lazio sendiri berada di tempat ke 67.

Tottenham Hotspurs
Ini jelas lawan terberat Lazio. Spurs memang tengah mengalami masa adaptasi yang berat di kompetisi lokalnya setelah sang bintang, Luca Modric, hengkang menggapai euro di Real Madrid; dan pelatih baru mereka, Andre Vilas-Boas, belum juga dapat menemukan kestabilan tim. Tetapi Spurs adalah tim besar dengan rekor Eropa yang cukup baik dengan sekali memenangi Cup Winners’ Cup dan dua kali meraih juara Liga Europa. Di timnya masih bertebaran pemain kelas dunia semacam Gareth Bale, Jermain Defoe, William Gallas, Aaron Lennon, Emmanuel Adebayor, kiper Hugo Lloris dan masih banyak lagi. Tim ini memiliki pendukung ultras yang kuat seperti halnya Lazio.

Lazio berlum pernah bertemu Spurs dalam laga resmi, tetapi pernah 4 kali berlaga melawan tim berlogo ayam jantan ini di laga dan turnamen persahabatan. Terakhir, pada pra musim 2002/2003 kedua tim berbagi angka 2-2 di White Hart Lane. Saat itu, Lazio dilatih Mancini dan dikapteni Nesta. Sebelumnya, 1993, Lazio dikalahkan 2-3 di semifinal Makita Cup juga di Lane. Laga persahabatan antara kedua tim yang hingga kini masih dikenang para pendukung Spurs adalah pada Capital Cup 1992. Kejuaraan ini diadakan untuk merayakan transfer Gascoigne dari Spurs ke Lazio. Lazio memenangi piala ini setelah mengalahkan Spurs 3-0 di Olimpico dan hanya kalah 0-2 di Lane. Spurs juga pernah menorehkan aib bagi tetangga Lazio, AS Roma ketika membantai Totti dan kawan-kawannya dengan skor fantastis, 5-0 di pra musim 2008/2009.

Kalaupun di Grup J Liga Europa Lazio harus kehilangan angka, maka hanya Spurs lah lawan yang pantas. Sangat berat untuk menahan seri apalagi mengalahkan tim ini di Lane di hadapan pendukungnya, 20 September 2012. Apapun, saat menjamu Bale dan kawan-kawan di Olimpico 22 November 2012 nanti. Peluang meraih 3 angka bagi Lazio sangat terbuka. Tiga angka minimal harus masuk pundi-pundi Petkovic dari dua laga melawan Spurs.

Panathinaikos
Klub hijau ini belum pernah merenggut satu pun trofi Eropa, walaupun telah 26 kali berlaga di Liga Champions. Mereka hanya sekali pernah melaju hingga final Champions Cup 1971 sebelum dikandaskan Ajax. Walaupun demikian, Panathinaikos tetap bukanlah lawan ringan bagi pasukan Petkovic. Klub ini telah menyabet tak kurang dari 20 kali juara Yunani, terakhir tahun 2010 silam dan 17 kali meraih Piala Yunani. Mantan tim Djibril Cisse ini mengandalkan kolektivitas tim  yang kuat dan semangat yang tinggi.

Lazio belum pernah berjumpa Panathinaikos di ajang resmi, hanya tercatat sekali berjumpa di laga pra musim di 2007/2008 di Olimpico di mana Lazio memenangi laga dengan skor 2-1.

Lazio tak perlu kalah dari rival abadi Olimpiacos ini. Minimal seri di Stadion Olimpiade Athena, 25 Oktober 2012 dan memenangi laga kandang di Olimpico, 8 November 2012, bukanlah harapan yang terlalu tinggi. Empat poin harus masuk ke rekening Petkovic.

Maribor
Ini lawan paling mudah, walaupun jika melihat rekam jejak klub yang berdiri tahun 1960 ini, tak ada alasan sama sekali untuk menganggap remeh. Maribor adalah raja Slovenia, bahkan sejak negara itu masih menjadi bagian dari Federasi Yugoslavia. Setelah negara ini berdiri sendiri, tak kurang 10 kali Maribor merebut juara. Klub ini juga penghasil pemain berbakat, walaupun kebanyakan akhirnya memilih hijrah ke liga yang lebih menghasilkan tumpukan euro. Salah satunya adalah Samir Handanovic yang kini mengais rejeki di Inter.

Lazio pernah berjumpa dua kali dengan Maribor pada fase grup Liga Champions 1999/2000 dan memenangi baik laga kandang maupun tandangnya dengan skor meyakinkan, masing-masing dengan angka 4-0.

Tak ada pilihan lain bagi Petkovic kecuali mengantungi 6 poin dari kedua pertemuan baik Olimpico, 4 Oktober 2012 maupun di stadion Ljudski vrt, 6 Desember 2012. Dan harapan itu sama sekali tidak berlebihan.

Mengantungi 13 angka akan memastikan langkah Mauri dan kaan-kawan di babak knock out. Saya yakin, dengan kepemimpinan Petkovic yang piawai dan dengan kegembiraan para pemain merumput sekarang ini, hal ini dapat diwujudkan. Avanti lazio!

Minggu, 09 September 2012

Ceccarelli Nasibnya Tak Seindah Nesta


Ceccarelli Nasibnya Tak Seindah Nesta
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
foto dari: http://seriebnews.com
 Hingga hari terakhir mercato musim panas, nasib Tommaso Ceccearelli masih belum jelas. Presiden Claudio Lotito terus menolak permintaan peminjaman pemain berusia 20 tahun ini yang diajukan beberapa klub Serie-B dan memaksakan agar Ceccarelli dan beberapa pemain alumni Primavera lain bermain di klub miliknya yang lain, Salernitana, yang berlaga di Serie-C2.  Ceccarelli termasuk yang menolak bermain di kasta keempat sepakbola Italia tersebut.

Hingga Januari 2012, Ceccarelli disebut-sebut sebagai pemain muda Lazio yang paling menjanjikan. Awal karirnya sangat mirip Alessandro Nesta. Kelahiran kota Roma, bermain bola di Formello sejak masa kanak-kanak dan menjadi bintang di Lazio Primavera. Ceccarelli selalu mencetak gol pada setiap lagana dan total telah mencetal 47 gol selama dua setengah tahun ajang pemain U-20 ini. Tak heran, banyak pengamat sepakbola meramalkannya sebagai “The Next Prince of Olimpico” pengganti Nesta. Tetapi nasibnya tak seindah Nesta yang dipromosikan ke tim utama pada usia 17 tahun dan menyandang tanggung jawab sebagai kapten Lazio di usia 19 tahun.

Belum Pernah Berkenalan dengan Petkovic
Di usia 19 tahun, Ceccarelli memang masuk skuad utama Lazio. Tetapi pelatih Edy Reja tak semenitpun pernah memainkannya di laga resmi, tak juga ketika badai cedera melanda pemain utama. Januari lalu, akhirnya Ceccarelli dipinjamkan ke klub Serie-B, Juve Stabbia. Alih-alih menimba pengalaman bertanding, setengah musim di klub ini menjadi mimpi buruk bagi pemain berdarah campuran Italia-Libya ini. Mengalami cedera tak lama setelah tiba memaksanya meninggalkan lapangan hijau selama lebih dari dua bulan. Setelah itu, Ceccarelli mengalami kesulitan untuk bersaing mengambil tempat utama di tim yang sudah stabil. Dia hanya memainkan dua laga selama di Juve Stabbia tanpa mencetak gol. Ceccarelli biasa bermain pada posisi gelandang serang, posisi yang ditempati Mauri di tim utama. Juve Stabbia memakai sistem 4-4-2 dan Ceccarelli sama sekali tak berkembang sebagai pemain tengah.

Bermain dua kali selama satu musim, tak mengherankan jika Vladimir Petkovic sama sekali tidak meliriknya, bahkan tidak diikutkan dalam pelatihan pra-musim baik di Auronzo di Cadore maupun di Fiuggi. Menurutnya, dia bahkan belum pernah berkenalan dengan Petkovic. Ceccarelli berlatih sendiri di Formello sambil mengharapkan ada tim lain yang mau meminjamnya. Tetapi itu terhadang keinginan Lotito agar Ceccarelli bermain di klubnya, Salernitana. Untunglah sang agen, Giampiero Pocetta, mampu melobi Lotito dan pada jam-jam terakhir menjelang jendela mercato ditutup, meminjamkan Ceccarelli ke klub Virtus Lanciano yang baru saja dipromosikan ke Serie-B dari Serie-C1. Lanciano bermain dengan sistem 4-3-3 yang memungkinkan Ceccarelli berkembang.

Tetap Berharap
Usai menjalani tes medis di Lanciano, kepada Cittaceleste.it Ceccarelli mengungkapkan kegembiraannya. Dia bahagia tiba di Lanciano, dan menganggap enam bulan di Juve Stabbia sebagai pelajaran berharga.

“Saya tidak menyesali meninggalkan Primavera sebelum usia saya genap 20 tahun, karena saat itu adalah waktunya saya melanjutkan perjalanan saya. Kalau saya harus mengulangi lagi, saya akan mengambil keputusan yang sama. Saya tetap hadir dan menyemangati mantan rekan-rekan saya saat mereka melawan Inter di final.”

Ceccarelli tetap berterima kasih kepada Lazio atas semua yang didapatkannya di sana, dan masih mengharapkan suatu hari nanti dapat bermain untuk tim utama Lazio.

“Kontrak saya dengan Lazio masih tersisa 3 tahun lagi. Kalau saya dapat menunjukkan performa baik di Lanciano, saya tetap berharap mendapat kesempatan. Lazio adalah satu-satunya tim di hati saya. Saya telah bersama Lazio sejak kanak-kanak. Kalau kesempatan itu tidak ada, maka saya harus terus melanjutkan karir saya di luar Lazio. Tetapi yang penting sekarang adalah bermain sebaik mungkin di Lanciano, lalu saya akan lihat arah masa depan saya.”

Selamat berjuang, Tommaso, semoga sukses!

(dari berbagai sumber, terutama dari Cittaceleste.it)

Rabu, 05 September 2012

The Doctor yang Memberi Asa


The Doctor yang Memberi Asa
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
foto: http://lazioland.com
Sedikit sekali yang diketahui tentang Vladimir Petkovic saat Lotito melakukan “perjudian” dengan menunjuknya menjadi pelatih Lazio menggantikan Reja, Juni 2012 lalu. Bermain di klub-klub tak ternama ketika menjadi pemain dan menghabiskan hampir seluruh karirnya sebagai pelatih di Swiss. Sion, Young Boys atau Lugano jelas bukan klub yang menjadi pemberitaan luas. Yang diketahui dari pria berusia 49 tahun ini, saat itu, hanyalah fanatismenya pada sepakbola menyerang dan pola agresif 3-4-3 yang menjadi favoritnya.

Pelatih luar Italia, yang sama sekali belum berpengalaman di Lega Calcio baik sebagai pemain maupun pelatih, dengan konsep baru, saat itu mengingatkan saya pada sosok Luis Enrique yang menangani AS Roma dan membawa bencana bagi klubnya dengan memaksakan “tiki taka” ala Barcelona di Serie-A.

Kekhawatiran ini seakan menemukan kenyataannya ketika Lazio menderita kekalahan beruntun pada uji coba pra-musim. Sangat dimaklumi jika ultras curva nord Olimpico mengejeknya pada saat presentasiresmi tim jelang uji coba keempat melawan Getafe yang kembali berakhir dengan kekalahan pasukan biru langit.

Pada titik ini Petkovic bergeming dan tetap mengekspresikan optimismenya seraya mengatakan bahwa uji coba adalah saatnya melakukan assessment atas pasukannya, mencoba mengenal karakter para pemain yang sama sekali belum dikenalnya, kecuali Senad Lulic, serta melakukan eksperimen untuk menemukan pilihan terbaik yang tersedia.

Petkovic Bukan Enrique
Ternyata, Petkovic bukanlah Enrique yang bersikukuh dengan pola idamannya. Menyadari bahwa stok pemain yang ada tidak memungkinkan bermain 3-4-3 yang efektif, Petkovic segera melakukan koreksi yang akhirnya bertumpu pada 4-3-3 dengan satu striker murni dan dua pemain tengah yang menjadi pseudo striker yang sesungguhnya merupakan modifikasi pola 4-2-3-1. Atau kembali pada pola yang sering dimainkan Reja di putaran pertama musim lalu, 4-3-1-2. Stefano Mauri mendeskrpsikan Petkovic dengan tepat, “Dia membawa perubahan, tetapi bukan revolusi.” Lalu apa yang berubah pada Lazio?

Dua setengah musim kita terbiasa dengan ramuan Reja. Bermain pragmatis dengan bola-bola panjang dan cenderung memainkan sepakbola negatif. Reja memang pragmatis, dia tidak memerdulikan penguasaan bola, keindahan sebuah pertunjukan, dan sampai tahap tertentu, Lazio seringkali tidak bermain sebagai sebuah kesatuan unit. Dan toh, Reja tidak gagal. Dua musim selalu menempatkan Lazio di papan atas dan di zona Eropa serta memenangi dua derby terakhir.

The Doctor, the Counsellor
Petkovic memiliki banyak hal yang mendukung karirnya di Formello. Kecerdasan, karakter yang kuat, figur karismatis dan fasih berbicara 7 bahasa termasuk Bahasa Italia. Petkovic dijuluki The Doctor karena ketelitiannya dan kemampuannya melakukan counselling pada semua pemainnya. Dia sangat memerhatikan tiap pemainnya. Di Auronzo, Petkovic meluangkan waktu hampir dua jam berbicara empat mata dan mengembalikan kepercayaan diri Mauri yang baru saja mengalami kasus pengaturan skor yang dituduhkan jaksa, bahkan seminggu mendekam di tahanan. Hal serupa dilakukannya terhadap Klose yang mengalami kebimbangan setelah kembali dari liburannya usai memperkuat Jerman yang gagal di Euro 2012. Zarate yang arogan dan “bengal” mendapatkan perlakuan berbeda, keras dan tak jarang dimarahi di lapangan latihan ketika naluri individualisnya muncul. Saat Lazio telah unggul 3-0 atas Mura, Zarate yang diturunkan sebagai striker, diperintahkan Petkovic untuk menjadi gelandang bertahan untuk menanamkan padanya bahwa dia bagian dari tim yang harus mau mengorbankan egonya. Mauri, Klose dan Zarate memberikan apresiasi tinggi pada The Doctor ketika berbicara kepada media.

Pada sisi taktis, Petkovic mementingkan penguasaan bola semaksimal mungkin, meminta pemainnya segera melakukan tekanan begitu kehilangan bola. Hernanes dikembalikan ke posisi semula di Sao Paolo dan timnas Brasil sebagai jenderal lapangan tengah dan tidak lagi sebagai trequartista. Lambat tetapi pasti, Lazio bermain sebagai sebuah kesatuan unit, bukan lagi sebagai sebelas orang yang berjuang sendiri-sendiri di lapangan. Permainan Lazio secara perlahan berubah dari permainan sepakbola negatif menjadi tim yang agresif, lebih menanfaatkan serangan lewat sayap. Lazio lebih enak untuk ditonton.

Berpijak di Bumi
Dengan tetap berpijak di bumi, Petkovic sendiri mengakui bahwa timnya belum sempurna dan fenomenal. Masih banyak yang harus diperbaiki. Petkovic tak hendak terlarut dalam euforia prematur setelah memenangi empat laga resmi pertamanya. Bagaimanapun, Mura, Atalanta dan palermo bukan lawan sebenarnya. Lazio masih harus membuktikan diri saat menghadapi tim sekelas Juventus, Milan ataupun Napoli di Serie-A dan selevel Tottenham Hotspurs serta Panathinaikos di Liga Eropa. Perjalanan masih panjang, pembuktian Petkovic belum usai dan pekerjaan rumahnya masih menumpuk.

Terlalu dini saat ini untuk mengatakan bahwa Lazio adalah kandidat kuat pemegang scudetto. Pada titik ini, terlalu naif untuk mengatakan bahwa Lazio telah sempurna. Lambat atau cepat kekalahan pasti datang, dan pada saat itulah kepiawaian Petkovic untuk membangkitkan kembali semangat timnya akan diuji. Tetapi fakta bahwa dari satu laga ke laga berikutnya Lazio mampu bermain lebih baik, memberikan suatu harapan bahwa suatu saat bukanlah hal aneh untuk mengatakan bahwa Lazio adalah tim terbaik di Italia. Kalaupun bukan musim ini, musim depan berpeluang besar menjadi musim milik The Doctor. Semoga!