Calcio Mercato Di Tengah Badai Euro
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
Krisis
keuangan yang diawali dari krisis hutang Yunani akhirnya menyebar ke seluruh
Eropa, terutama negara-negara Zona Euro. Bagi negara bukan pengguna matauang
euro, seperti Inggris, juga tak luput dari dampak ini karena eratnya
kesalingtergantungan ekonomi di antara mereka. Yunani, Italia, Turki dan
Spanyol termasuk yang paling parah, sementara Jerman dan Prancis relatif
memiliki daya tahan moneter yang lebih kuat.
Hal
ini juga sangat memengaruhi liga-liga sepakbola utama Eropa. Lega Calcio dan La
Liga sangat terpukul dengan situasi ini. Kerusakan Ligue 1, Bundesliga dan BPL
relatif lebih ringan, meskipun tetap saja berpengaruh signifikan. Terjadi
penurunan keuangan yang drastis bagi klub-klub utama dari liga-liga utama Eropa
ini.
Financial Fair Play
Badai
kedua adalah, secara kebetulan musim 2012/2013 ini adalah musim pertama mulai
diberlakukan ketentuan Financial Fair Play (FFP) oleh UEFA. Ketentuan ini
mensyaratkan laporan keuangan (income statement) poisitif bagi klub-klub
Eropa, artinya pengeluaran klub tidak boleh lebih besar daripada pemasukannya.
Pelanggaran atas ketentuan ini dapat berakibat dilarangnya klub mengikuti
kompetisi Eropa, baik Liga Champions maupun Liga Europa, di musim 2013/2014
mendatang.
Selama
ini kita menyaksikan dalam debat-debat antartifosi yang membangga-banggakan
kekayaan pemilik klub, khususnya pada saat bursa transfer berlangsung. Kita
sering melihat kebanggaan Milanisti yang karena Silvio Berlusconi adalah orang
terkaya di Italia, atau Interisti yang memuja-memuji Massimo Moratti sebagai pengusaha
minyak sukses yang selalu jor-joran dalam membeli pemain. Kini
kebanggaan-kebanggaan tadi sama sekali tak berarti. Kini semua itu hanya
“pepesan kosong”.
Klub
sepakbola profesional harus berbentuk perseroan terbatas (SpA) yang keuangannya
dibatasi oleh ketentuan sebagai badan usaha yang tersendiri, terpisah dari
keuangan pemegang saham (pemilik). Dua raksasa kota Milano misalnya, selama ini dapat
merekrut bintang-bintang besar dengan nilai transfer aduhai dan gaji setinggi
langit, semata-mata karena aliran dana masuk dari pemegang saham utama mereka,
Berlusconi dan Moratti. Sebagai sebuah PT pemasukan ini harus dibukukan sebagai
Hutang Kepada Pemegang Saham. Akibatnya dari tahun ke tahun laporan keuangan
kedua klub ini selalu merah alias defisit. Inilah yang dilarang oleh ketentuan
FFP di atas. Akhir musim ini, tidak boleh ada angka merah lagi, hutang-hutang
ini harus dilunasi dengan pemasukan sah dari klub, baik dari penjualan atau
peminjaman pemain, pemasukan sponsor atau hak siaran televisi, dan penjualan
karcis pertandingan. Dari data konsultan keuangan independen Deloitte per akhir
2011, hanya tiga klub Serie-A yang membukukan surplus keuangan: Juventus, Lazio
dan Napoli . Lainnya defisit.
Kencangkan Ikat Pinggang Dan Cuci Gudang
Indikasi
pertama yang dapat kita saksikan adalah pada calcio mercato musim panas (1 Juli
– 31 Agustus 2012) ini. Yang pasti, harga transfer pemain cenderung merosot
tajam. Tak terbayangkan, pemain sekualitas Burak Yilmas misalnya hanya memiliki
banderol 5 jutaan euro, dan itupun masih kesulitan mendapatkan klub yang mau
mentransfernya.
Indikasi
kedua adalah eksodus pemain-pemain bintang dari liga yang negaranya terkena
dampak krisis keuangan terberat. Lega Calcio kehilangan banyak bintangnya di
bursa transfer. Tak kurang dari Ibrahimovic, Thiago Silva, Maicon, Nesta, Van
Bommel, Borini dan banyak lagi. Sementara pemain-pemain sekelas Sneijder, Julio
Cesar dan beberapa lainnya segera menyusul. Sikap mirip department store
yang “cuci gudang” ini dipicu semata-mata masalah finansial. Memperpanjang
kontrak sama artinya dengan pengeluaran, apalagi para pemain tadi bergaji luar
biasa, rata-rata di atas 3 juta euro per musim, bahkan beberapa di atas 5 juta
euro. Penjualan atau peminjaman pemain sebelum masa konrak berakhir juga
berarti pemasukan uang yang berguna untuk menambal defisit.
Indikasi
ketiga adalah tiada bintang baru yang masuk ke Serie-A. Kalaupun membeli pemain
baru, maka dipilih pemain medioker dengan gaji tidak tinggi, atau memromosikan
pemain muda dari lingkungan Primavera. Inter misalnya, banyak mengambil pemain
belia mereka dari tim yang menjuarai Primavera musim lalu serta mempertahankan
pelatih miskin reputasi mereka yang bergaji tidak tinggi, Stramaccioni.
Pertimbangan serupa juga dilakukan tatkala memutuskan merekrut Handanovic yang
bergaji hanya sepertiga gaji Julio Cesar. Pendeknya, semua melakukan pengetatan
anggaran, kencangkan ikat pinggang. Semua karena krisis keuangan dan, terutama,
karena FFP yang segera berlaku.
Berakit Ke Hulu Ala Lotito
Bagaimana
dengan Lazio? Tentu saja imbas krisis keuangan Eropa juga dirasakan Tim Pertama
Ibukota ini. Tak ada yang tak merasakan. Tetapi posisi Lazio relatif lebih
“santai” dibandingkan klub-klub besar lainnya sehubungan dengan ketentuan FFP.
Ini tidak lain karena Claudio Lotito telah menerapkan kebijakan keuangan “harus
surplus” dan “anti berhutang” sejak dirinya mengambil alih mayoritas saham
Lazio 2004 silam. Sejak akhir musim 2004/2005 hingga kini Lazio telah memenuhi
ketentuan FFP. Apalagi Lazio adalah klub Lega Calcio pertama yang
mendeklarasikan diri sebagai perusahaan terbuka dan memperjual-belikan
sepertiga sahamnya di Borsa Italiana (Bursa
saham Italia), selain Juventus dan Roma yang mengikutinya di kemudian hari.
Kebijakan keuangan yang sehat adalah mutlak bagi perusahaan publik
Lotito
memang sering menjengkelkan Laziali dengan “kepelitannya”. Hemat berbelanja
pemain, tak ragu menjual pemain bintang jika menguntungkan secara ekonomi
(misalnya Kolarov), berencana menyewa stadion yang lebih murah daripada sewa
Olimpico musim depan. Tetapi kini Lazio memiliki akumulasi surplus keuangan
yang cukup besar untuk memulai musim 2012/2013. Sungguhpun demikian, Lotito
tetap menjaga pendekatan konservatisme dalam keuangan. Tidak jor-joran membeli
pemain, memilih Petkovic yang bergaji hanya sekitar 600.000 euro per musim,
bahkan sedang berancang-ancang pula untuk “menyunat” gaji Mauro Zarate.
Lazio
tidak kehilangan satupun pemain musim ini kecuali Del Nero yang habis
kontraknya. Dengan rencana Petkovic hanya memakai 24-27 pemain di tim utama maka
Lazio akan memiliki sekitar 20 pemain siap jual atau pinjam. Menjual pemain
jelas memberikan kas masuk. Demikian juga meminjamkan pemain, yang selama ini
terbukti memberikan andil sekitar 10-12% dari pemasukan Lazio.
Di
saat sebagian rival mengalami kegalauan dengan keuangan dan kehilangan sebagian
kekuatannya musim ini, Lazio siap menghadapi musim di bawah gelora badai
keuangan Eropa dan ketatnya ketentuan FFP dari UEFA. Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke Formello. Avanti Lazio!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar