Selasa, 17 Juli 2012

Calcio Mercato Di Tengah Badai Euro


Calcio Mercato Di Tengah Badai Euro
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
Krisis keuangan yang diawali dari krisis hutang Yunani akhirnya menyebar ke seluruh Eropa, terutama negara-negara Zona Euro. Bagi negara bukan pengguna matauang euro, seperti Inggris, juga tak luput dari dampak ini karena eratnya kesalingtergantungan ekonomi di antara mereka. Yunani, Italia, Turki dan Spanyol termasuk yang paling parah, sementara Jerman dan Prancis relatif memiliki daya tahan moneter yang lebih kuat.

Hal ini juga sangat memengaruhi liga-liga sepakbola utama Eropa. Lega Calcio dan La Liga sangat terpukul dengan situasi ini. Kerusakan Ligue 1, Bundesliga dan BPL relatif lebih ringan, meskipun tetap saja berpengaruh signifikan. Terjadi penurunan keuangan yang drastis bagi klub-klub utama dari liga-liga utama Eropa ini.

Financial Fair Play
Badai kedua adalah, secara kebetulan musim 2012/2013 ini adalah musim pertama mulai diberlakukan ketentuan Financial Fair Play (FFP) oleh UEFA. Ketentuan ini mensyaratkan laporan keuangan (income statement) poisitif bagi klub-klub Eropa, artinya pengeluaran klub tidak boleh lebih besar daripada pemasukannya. Pelanggaran atas ketentuan ini dapat berakibat dilarangnya klub mengikuti kompetisi Eropa, baik Liga Champions maupun Liga Europa, di musim 2013/2014 mendatang.

Selama ini kita menyaksikan dalam debat-debat antartifosi yang membangga-banggakan kekayaan pemilik klub, khususnya pada saat bursa transfer berlangsung. Kita sering melihat kebanggaan Milanisti yang karena Silvio Berlusconi adalah orang terkaya di Italia, atau Interisti yang memuja-memuji Massimo Moratti sebagai pengusaha minyak sukses yang selalu jor-joran dalam membeli pemain. Kini kebanggaan-kebanggaan tadi sama sekali tak berarti. Kini semua itu hanya “pepesan kosong”.

Klub sepakbola profesional harus berbentuk perseroan terbatas (SpA) yang keuangannya dibatasi oleh ketentuan sebagai badan usaha yang tersendiri, terpisah dari keuangan pemegang saham (pemilik). Dua raksasa kota Milano misalnya, selama ini dapat merekrut bintang-bintang besar dengan nilai transfer aduhai dan gaji setinggi langit, semata-mata karena aliran dana masuk dari pemegang saham utama mereka, Berlusconi dan Moratti. Sebagai sebuah PT pemasukan ini harus dibukukan sebagai Hutang Kepada Pemegang Saham. Akibatnya dari tahun ke tahun laporan keuangan kedua klub ini selalu merah alias defisit. Inilah yang dilarang oleh ketentuan FFP di atas. Akhir musim ini, tidak boleh ada angka merah lagi, hutang-hutang ini harus dilunasi dengan pemasukan sah dari klub, baik dari penjualan atau peminjaman pemain, pemasukan sponsor atau hak siaran televisi, dan penjualan karcis pertandingan. Dari data konsultan keuangan independen Deloitte per akhir 2011, hanya tiga klub Serie-A yang membukukan surplus keuangan: Juventus, Lazio dan Napoli. Lainnya defisit.

Kencangkan Ikat Pinggang Dan Cuci Gudang
Indikasi pertama yang dapat kita saksikan adalah pada calcio mercato musim panas (1 Juli – 31 Agustus 2012) ini. Yang pasti, harga transfer pemain cenderung merosot tajam. Tak terbayangkan, pemain sekualitas Burak Yilmas misalnya hanya memiliki banderol 5 jutaan euro, dan itupun masih kesulitan mendapatkan klub yang mau mentransfernya.

Indikasi kedua adalah eksodus pemain-pemain bintang dari liga yang negaranya terkena dampak krisis keuangan terberat. Lega Calcio kehilangan banyak bintangnya di bursa transfer. Tak kurang dari Ibrahimovic, Thiago Silva, Maicon, Nesta, Van Bommel, Borini dan banyak lagi. Sementara pemain-pemain sekelas Sneijder, Julio Cesar dan beberapa lainnya segera menyusul. Sikap mirip department store yang “cuci gudang” ini dipicu semata-mata masalah finansial. Memperpanjang kontrak sama artinya dengan pengeluaran, apalagi para pemain tadi bergaji luar biasa, rata-rata di atas 3 juta euro per musim, bahkan beberapa di atas 5 juta euro. Penjualan atau peminjaman pemain sebelum masa konrak berakhir juga berarti pemasukan uang yang berguna untuk menambal defisit.

Indikasi ketiga adalah tiada bintang baru yang masuk ke Serie-A. Kalaupun membeli pemain baru, maka dipilih pemain medioker dengan gaji tidak tinggi, atau memromosikan pemain muda dari lingkungan Primavera. Inter misalnya, banyak mengambil pemain belia mereka dari tim yang menjuarai Primavera musim lalu serta mempertahankan pelatih miskin reputasi mereka yang bergaji tidak tinggi, Stramaccioni. Pertimbangan serupa juga dilakukan tatkala memutuskan merekrut Handanovic yang bergaji hanya sepertiga gaji Julio Cesar. Pendeknya, semua melakukan pengetatan anggaran, kencangkan ikat pinggang. Semua karena krisis keuangan dan, terutama, karena FFP yang segera berlaku.

Berakit Ke Hulu Ala Lotito    
Bagaimana dengan Lazio? Tentu saja imbas krisis keuangan Eropa juga dirasakan Tim Pertama Ibukota ini. Tak ada yang tak merasakan. Tetapi posisi Lazio relatif lebih “santai” dibandingkan klub-klub besar lainnya sehubungan dengan ketentuan FFP. Ini tidak lain karena Claudio Lotito telah menerapkan kebijakan keuangan “harus surplus” dan “anti berhutang” sejak dirinya mengambil alih mayoritas saham Lazio 2004 silam. Sejak akhir musim 2004/2005 hingga kini Lazio telah memenuhi ketentuan FFP. Apalagi Lazio adalah klub Lega Calcio pertama yang mendeklarasikan diri sebagai perusahaan terbuka dan memperjual-belikan sepertiga sahamnya di Borsa Italiana (Bursa saham Italia), selain Juventus dan Roma yang mengikutinya di kemudian hari. Kebijakan keuangan yang sehat adalah mutlak bagi perusahaan publik

Lotito memang sering menjengkelkan Laziali dengan “kepelitannya”. Hemat berbelanja pemain, tak ragu menjual pemain bintang jika menguntungkan secara ekonomi (misalnya Kolarov), berencana menyewa stadion yang lebih murah daripada sewa Olimpico musim depan. Tetapi kini Lazio memiliki akumulasi surplus keuangan yang cukup besar untuk memulai musim 2012/2013. Sungguhpun demikian, Lotito tetap menjaga pendekatan konservatisme dalam keuangan. Tidak jor-joran membeli pemain, memilih Petkovic yang bergaji hanya sekitar 600.000 euro per musim, bahkan sedang berancang-ancang pula untuk “menyunat” gaji Mauro Zarate.

Lazio tidak kehilangan satupun pemain musim ini kecuali Del Nero yang habis kontraknya. Dengan rencana Petkovic hanya memakai 24-27 pemain di tim utama maka Lazio akan memiliki sekitar 20 pemain siap jual atau pinjam. Menjual pemain jelas memberikan kas masuk. Demikian juga meminjamkan pemain, yang selama ini terbukti memberikan andil sekitar 10-12% dari pemasukan Lazio.

Di saat sebagian rival mengalami kegalauan dengan keuangan dan kehilangan sebagian kekuatannya musim ini, Lazio siap menghadapi musim di bawah gelora badai keuangan Eropa dan ketatnya ketentuan FFP dari UEFA. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke Formello. Avanti Lazio!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar