Manusia Dan Simbolisasi Alam
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
Sekali
ini, di bulan Ramadan, saya tidak menulis tentang sepakbola. Ini tentang
simbolisasi yang dilakukan oleh manusia sejak dulu. Berbagai bangsa melakukan
simbolisasi ini dengan harapan dapat mewujudkan nilai-nilai positif yang
terdapat pada simbol yang dipakainya dalam kehidupan. Tak heran, bangsa Indian
Amerika, misalnya menamai anaknya secara simbolis dengan Beruang Perkasa, Kuda Sigap
dan sejenisnya dengan harapan saat dewasa mereka akan seperkasa beruang atau
sesigap Kuda. Indonesia
juga mengenal tokoh Kebo Ijo di masa kerajaan Singosari, tentu dengan harapan
yang bersangkutan sekuat kerbau sang pekerja keras.
Hingga
masa kini kita lekat dengan simbol-simbol itu. Negara pastilah memiliki simbol.
Amerika Serikat , Indonesia dan hampir 70% negara di
dunia memakai Elang dan segala variasi spesiesnya seperti Garuda dan Rajawali sebagai
lambang negara. Demikian juga berbagai organisasi termasuk perkumpulan
olahraga, memilih sebuah simbol untuk dijadikan inspirasi. Banyak simbol yang
dipakai, tulisan ini tak hendak mengevaluasi dan menghakimi simbol-simbol
tersebut, tetapi semata-mata menelaahnya dari karakteristik masing-masing
simbol yang dipakai.
Bunga Lili
Lilies alam bahasa Inggris atau Gigliati dalam bahasa Italia. Tidak
banyak yang menggunakan simbol jenis tanam-tanaman berdurasi hidup singkat
seperti bunga lili ini. Tak ada orang yang berpikiran jauh ke depan yang memekai
simbol tanaman semusim ini. Memakai simbol lili sama saja dengan memakai simbol
kangkung, eceng gondok, toge atau terong. Maka saya tak akan membahas lebih
lanjut. Betul-betul tidak penting.
Setan
Devil dalam bahasa Inggris atau Diavolo dalam bahasa Italia. Setan
senantiasa dihindari bahkan dimusuhi dan dikutuk oleh umat beragama. Sebelum
membaca ayat suci Al Quran misalnya, maka dibacalah: Aku berlindung dari
godaan Setan yang terkutuk. Masuk akal, karena setanlah mahluk pertama yang
dilaknat Tuhan karena membangkang perintahNya, dan yang menjerumuskan Hawa
untuk membujuk Adam melanggar laranganNya di Taman Firdaus. Setanlah yang
bersekutu dengan koruptor, maling ayam, pencuri sendal di masjid, pembunuh
berantai hingga pemerkosa biadab, pembohong dan pendusta. Memakai Setan sebagai
simbol, bagi saya sangat aneh, karena tak ada sedikitpun hal positif yang dapat
diinspirasi dari Setan.
Ular
Snake dalam bahasa Inggris atau Biscione dalam bahasa Italia. Ini agak
mirip Setan, karena Ular diyakini sebagai perwujudan Setan ketika membujuk Hawa
di Firdaus. Ular jelas tidak memiliki pandangan jauh dan tinggi, karena dia
hewan melata di tanah, sampah dan bahkan jamban kumuh. Ular juga simbol
kelicikan. Kita mengenal ungkapan: Bagaikan ular berkepala dua. Tokoh
antagonis dalam novel Harry Potter, Lord Voldemort, akrab dengan ular bernama Basilisk,
dan bahkan sebagian nyawanya ada di dalam Nagini, ular peliharaannya. Asrama
penyihir jahat, Slytherin, juga bersimbol ular. Hewan menjijikkan ini sering
membunuh mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi Ular memiliki predator mematikan
bagi bangsanya, yaitu Elang.
Zebra
Zebra dalam bahasa Inggris atau Zebre
untuk Zebra Besar dan Zebrette untuk Zebra Kecil dalam bahasa
Italia. Citra Zebra memang lebih baik daripada Setan atau Ular. Dia pelari yang
tangguh. Tetapi pemakaian simbol Zebra tetaplah menjadi paradoks. Kita kenal
Zebra Cross berupa garis hitam-putih melintang jalan sebagai tempat
penyeberangan. Dalam konteks ini maka Zebra berfungsi untuk diinjak-injak
manusia dengan sendal dan sepatu yang mungkin saja tertempel sampah atau kotoran
anjing. Zebra juga melambangkan penjahat atau narapidana. Di komik Donal Bebek
misalnya, trio penjahat yang dikenal sebagai Gerombolan Si Berat selalu
mengenakan kostum bermotif Zebra, lengkap nomor registrasi penjara di dadanya.
Seperti saya sebutkan tadi, simbolisasi Zebra merupakan paradoks. Dapat
menyimbolkan pelari cepat, tetapi juga melambangkan residivis atau penjahat
kambuhan.
Srigala
Wolf dalam bahasa Inggris atau Lupi dalam bahasa Italia. Bagi saya ini
simbol yang paling dipertanyakan, karena citra Srigala yang lebih runyam
daripada Ular sekalipun. Srigala adalah hewan yang sama sekali tidak mengenal
etika. Dalam suatu kawanan Srigala, sangat umum terjadi perkawinan sedarah (incest).
Ayah mengawini anak perempuan, anak mengawini ibunya atau saudaranya sendiri.
Tak mungkin membuat silsilah bagi bangsa Srigala karena budaya kawin-mawin tak
keruan ini. Srigala jantan juga menelantarkan pasangan yang mengandung
benihnya, menelantarkan anak-anaknya, bahkan tak jarang membunuh dan menyantap
mereka.
Srigala
memang pemburu hewan herbivora, tetapi bagi Srigala tak ada daging segar,
bangkai busukpun jadi. Nenek moyang anjing ini juga tak menyiratkan nilai
positif dalam peradaban manusia. Ada
pepatah: Bagaikan Srigala berbulu domba. Dalam kisah Gadis Berkerudung
Merah, Srigala menipu dan memakan si gadis, kemudian memakai kerudung menyamar
menjadi dirinya dan lagi-lagi memakan nenek si gadis. Pendeknya Srigala adalah
citra ketamakan, kejorokan dan kekumuhan. Air liurnya yang senantiasa
menjijikkan menetes-netes, mengandung kuman rabies yang siap menyebarkan wabah.
Srigala memiliki beberapa predator yang siap memangsanya seperti harimau dan
Elang. Anak srigala seringkali menjadi korban perburuan Elang.
Elang
Eagle dalam bahasa Inggris atau Aquille untuk Elang jantan atau Gli Aquilotti
untuk Elang muda betina dalam bahasa Italia. Seperti saya sebutkan di atas,
Elang dengan segala variasi spesiesnya, adalah yang terbanyak dipakai sebagai
simbol negara-negara di dunia ini. Ini karena Elang memiliki karakteristik yang
anggun, gagah, perkasa dan berani. Elang melambangkan pandangan yang tinggi dan
jauh ke depan karena senantiasa membubung tinggi di langit biru. Elang hampir
tak pernah sudi menjejakkan kakinya di tanah kecuali ketika sedang memangsa
buruannya. Berlainan dengan Srigala yang menyukai bersarang di tempat kumuh
bahkan di jamban kotor, sarang Elang adalah puncak-puncak pohon tinggi di
gunung-gunung tertinggi. Tak heran jika Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi
Yunani memiliki pengawal seekor Elang bernama Olimpia dalam bertahta di puncak
Olimpus. Dalam cerita Ramayana, Jatayu, seekor garuda yang sekeluarga Elang,
mempertaruhkan hidupnya dengan gagah-berani melawan Raja Rahwana yang menculik
Dewi Sinta.
Elang
juga simbol penghormatan terhadap nilai etika dan moral yang luhur. Elang
diketahui sebagai monogamis, setia kepada satu pasangan hingga maut menjemput.
Jika kehilangan pasangannya karena kematian atau hilang, Elang memilih hidup
menyendiri hingga menemukan pasangan baru. Elang jantan akan merawat dan
menjamin ketersediaan makanan bagi Elang betina yang sedang mengerami telurnya.
Elang jantan dan betina bersama-sama mendidik dan membesarkan anak-anaknya
sebagai sebuah keluarga.
Elang
mengharamkan perkawinan sedarah, tak pernah terjadi Elang mengawini orangtua,
anak atau saudara sendiri. Itu sebabnya, Elang termasuk binatang yang langka
dan dilindungi, karena jumlahnya yang tak banyak. Bagi Elang kualitas berada di
atas kuantitas. Moral dan etika yang terjaga lebih penting daripada sekedar
jumlah yang banyak. Yang pasti, Elang berada di puncak mata rantai makanan (food
chains). Elang adalah predator ganas bagi hewan lain termasuk Ular dan
Srigala. Tetapi Elang sendiri tak memiliki predator bagi bangsanya. Elang,
inilah simbol yang sebenarnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar