Minggu, 29 Juli 2012

Manusia Dan Simbolisasi Alam


Manusia Dan Simbolisasi Alam
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
© 2012
Sekali ini, di bulan Ramadan, saya tidak menulis tentang sepakbola. Ini tentang simbolisasi yang dilakukan oleh manusia sejak dulu. Berbagai bangsa melakukan simbolisasi ini dengan harapan dapat mewujudkan nilai-nilai positif yang terdapat pada simbol yang dipakainya dalam kehidupan. Tak heran, bangsa Indian Amerika, misalnya menamai anaknya secara simbolis dengan Beruang Perkasa, Kuda Sigap dan sejenisnya dengan harapan saat dewasa mereka akan seperkasa beruang atau sesigap Kuda. Indonesia juga mengenal tokoh Kebo Ijo di masa kerajaan Singosari, tentu dengan harapan yang bersangkutan sekuat kerbau sang pekerja keras.

Hingga masa kini kita lekat dengan simbol-simbol itu. Negara pastilah memiliki simbol. Amerika Serikat, Indonesia dan hampir 70% negara di dunia memakai Elang dan segala variasi spesiesnya seperti Garuda dan Rajawali sebagai lambang negara. Demikian juga berbagai organisasi termasuk perkumpulan olahraga, memilih sebuah simbol untuk dijadikan inspirasi. Banyak simbol yang dipakai, tulisan ini tak hendak mengevaluasi dan menghakimi simbol-simbol tersebut, tetapi semata-mata menelaahnya dari karakteristik masing-masing simbol yang dipakai.

Bunga Lili
Lilies alam bahasa Inggris atau Gigliati dalam bahasa Italia. Tidak banyak yang menggunakan simbol jenis tanam-tanaman berdurasi hidup singkat seperti bunga lili ini. Tak ada orang yang berpikiran jauh ke depan yang memekai simbol tanaman semusim ini. Memakai simbol lili sama saja dengan memakai simbol kangkung, eceng gondok, toge atau terong. Maka saya tak akan membahas lebih lanjut. Betul-betul tidak penting.

Setan
Devil dalam bahasa Inggris atau Diavolo dalam bahasa Italia. Setan senantiasa dihindari bahkan dimusuhi dan dikutuk oleh umat beragama. Sebelum membaca ayat suci Al Quran misalnya, maka dibacalah: Aku berlindung dari godaan Setan yang terkutuk. Masuk akal, karena setanlah mahluk pertama yang dilaknat Tuhan karena membangkang perintahNya, dan yang menjerumuskan Hawa untuk membujuk Adam melanggar laranganNya di Taman Firdaus. Setanlah yang bersekutu dengan koruptor, maling ayam, pencuri sendal di masjid, pembunuh berantai hingga pemerkosa biadab, pembohong dan pendusta. Memakai Setan sebagai simbol, bagi saya sangat aneh, karena tak ada sedikitpun hal positif yang dapat diinspirasi dari Setan.

Ular
Snake dalam bahasa Inggris atau Biscione dalam bahasa Italia. Ini agak mirip Setan, karena Ular diyakini sebagai perwujudan Setan ketika membujuk Hawa di Firdaus. Ular jelas tidak memiliki pandangan jauh dan tinggi, karena dia hewan melata di tanah, sampah dan bahkan jamban kumuh. Ular juga simbol kelicikan. Kita mengenal ungkapan: Bagaikan ular berkepala dua. Tokoh antagonis dalam novel Harry Potter, Lord Voldemort, akrab dengan ular bernama Basilisk, dan bahkan sebagian nyawanya ada di dalam Nagini, ular peliharaannya. Asrama penyihir jahat, Slytherin, juga bersimbol ular. Hewan menjijikkan ini sering membunuh mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi Ular memiliki predator mematikan bagi bangsanya, yaitu Elang.

Zebra
Zebra  dalam bahasa Inggris atau Zebre untuk Zebra Besar dan Zebrette untuk Zebra Kecil dalam bahasa Italia. Citra Zebra memang lebih baik daripada Setan atau Ular. Dia pelari yang tangguh. Tetapi pemakaian simbol Zebra tetaplah menjadi paradoks. Kita kenal Zebra Cross berupa garis hitam-putih melintang jalan sebagai tempat penyeberangan. Dalam konteks ini maka Zebra berfungsi untuk diinjak-injak manusia dengan sendal dan sepatu yang mungkin saja tertempel sampah atau kotoran anjing. Zebra juga melambangkan penjahat atau narapidana. Di komik Donal Bebek misalnya, trio penjahat yang dikenal sebagai Gerombolan Si Berat selalu mengenakan kostum bermotif Zebra, lengkap nomor registrasi penjara di dadanya. Seperti saya sebutkan tadi, simbolisasi Zebra merupakan paradoks. Dapat menyimbolkan pelari cepat, tetapi juga melambangkan residivis atau penjahat kambuhan.

Srigala
Wolf dalam bahasa Inggris atau Lupi dalam bahasa Italia. Bagi saya ini simbol yang paling dipertanyakan, karena citra Srigala yang lebih runyam daripada Ular sekalipun. Srigala adalah hewan yang sama sekali tidak mengenal etika. Dalam suatu kawanan Srigala, sangat umum terjadi perkawinan sedarah (incest). Ayah mengawini anak perempuan, anak mengawini ibunya atau saudaranya sendiri. Tak mungkin membuat silsilah bagi bangsa Srigala karena budaya kawin-mawin tak keruan ini. Srigala jantan juga menelantarkan pasangan yang mengandung benihnya, menelantarkan anak-anaknya, bahkan tak jarang membunuh dan menyantap mereka.

Srigala memang pemburu hewan herbivora, tetapi bagi Srigala tak ada daging segar, bangkai busukpun jadi. Nenek moyang anjing ini juga tak menyiratkan nilai positif dalam peradaban manusia. Ada pepatah: Bagaikan Srigala berbulu domba. Dalam kisah Gadis Berkerudung Merah, Srigala menipu dan memakan si gadis, kemudian memakai kerudung menyamar menjadi dirinya dan lagi-lagi memakan nenek si gadis. Pendeknya Srigala adalah citra ketamakan, kejorokan dan kekumuhan. Air liurnya yang senantiasa menjijikkan menetes-netes, mengandung kuman rabies yang siap menyebarkan wabah. Srigala memiliki beberapa predator yang siap memangsanya seperti harimau dan Elang. Anak srigala seringkali menjadi korban perburuan Elang.

Elang
Eagle dalam bahasa Inggris atau Aquille untuk Elang jantan atau Gli Aquilotti untuk Elang muda betina dalam bahasa Italia. Seperti saya sebutkan di atas, Elang dengan segala variasi spesiesnya, adalah yang terbanyak dipakai sebagai simbol negara-negara di dunia ini. Ini karena Elang memiliki karakteristik yang anggun, gagah, perkasa dan berani. Elang melambangkan pandangan yang tinggi dan jauh ke depan karena senantiasa membubung tinggi di langit biru. Elang hampir tak pernah sudi menjejakkan kakinya di tanah kecuali ketika sedang memangsa buruannya. Berlainan dengan Srigala yang menyukai bersarang di tempat kumuh bahkan di jamban kotor, sarang Elang adalah puncak-puncak pohon tinggi di gunung-gunung tertinggi. Tak heran jika Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi Yunani memiliki pengawal seekor Elang bernama Olimpia dalam bertahta di puncak Olimpus. Dalam cerita Ramayana, Jatayu, seekor garuda yang sekeluarga Elang, mempertaruhkan hidupnya dengan gagah-berani melawan Raja Rahwana yang menculik Dewi Sinta.

Elang juga simbol penghormatan terhadap nilai etika dan moral yang luhur. Elang diketahui sebagai monogamis, setia kepada satu pasangan hingga maut menjemput. Jika kehilangan pasangannya karena kematian atau hilang, Elang memilih hidup menyendiri hingga menemukan pasangan baru. Elang jantan akan merawat dan menjamin ketersediaan makanan bagi Elang betina yang sedang mengerami telurnya. Elang jantan dan betina bersama-sama mendidik dan membesarkan anak-anaknya sebagai sebuah keluarga.

Elang mengharamkan perkawinan sedarah, tak pernah terjadi Elang mengawini orangtua, anak atau saudara sendiri. Itu sebabnya, Elang termasuk binatang yang langka dan dilindungi, karena jumlahnya yang tak banyak. Bagi Elang kualitas berada di atas kuantitas. Moral dan etika yang terjaga lebih penting daripada sekedar jumlah yang banyak. Yang pasti, Elang berada di puncak mata rantai makanan (food chains). Elang adalah predator ganas bagi hewan lain termasuk Ular dan Srigala. Tetapi Elang sendiri tak memiliki predator bagi bangsanya. Elang, inilah simbol yang sebenarnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar