Ultras, A Way of life
(bagian pertama dari tiga tulisan)
oleh Galuh Trianingsih Lazuardi
@2012
|
foto dari http://ultraslazio.it |
Pengantar:
Ini bagian pertama dari tiga artikel tentang klutur
Ultras di persepakbolaan Italia. Bagian pertama ini akan lebih banyak mengulas
pengertian dan nilai-nilai Ultras serta kehadiran mereka di Italia. Bagian
kedua, “Ultras, Kekerasan dan Rasisme” akan saya unggah beberapa hari lagi, dan
bagian ketiga, “Irriducibili Tak Pernah Mati” akan secara khusus mengulas
lahir, berkembang dan bubarnya kelompok Ultras paling fenomenal di Italia,
Irriducibili Lazio. Meskipun demikian, masing-masing artikel dapat dibaca
secara mandiri.
*****
Sebelumnya, pendukung suatu klub bersifat individualis, sendiri-sendiri
atau dalam kelompok kecil. Mereka mungkin saja patriotis di stadion, tetapi identifikasi
dan simbolisasi diri pendukung terhadap klub berhenti begitu laga usai dan
lampu stadion dipadamkan. Mereka bersifat anonim dan sama sekali bukan
merupakan bagian spiritual dari klub.
Kata Ultras dimaknai sebagai lebih, sangat, luar biasa atau ekstrem.
Dalam sepakbola Ultras mengacu kepada kelompok pendukung atau fans yang
terorganisasi, memiliki kode berperilaku yang bersifat komunal, cenderung
eksklusif serta memiliki identitas yang kuat serta loyalitas tak terbatas
kepada tim sepakbola yang didukungnya. Ultras lebih daripada sekedar hadir di
stadion dan memberi dukungan, ultras adalah sebuah totalitas mental, sikap dan
perbuatan dalam mendukung klub, di dalam dan di luar stadion, saat ada dalam
kelompok dan saat sendiri, saat menang dan saat kalah, saat klub di puncak
kejayaan dan saat klub di nadir keterpurukan. Maka, empat nilai penting pada
Ultras adalah kehormatan, totalitas, loyalitas dan solidaritas.
Cikal Bakal Ultras
Kelompok Ultras pertama di dunia terbentuk justru bukan untuk mendukung
sebuah klub, melainkan untuk mendukung tim nasional. Torcida Organizada
terbentuk di Brasil tahun 1939 untuk mendukung timnas mereka. Perang Dunia
Kedua yang melanda Eropa membuat gagasan Ultras ini sedikit terlambat
berkembang ke benua biru. Barulah pada 1950 Ultras pertama Eropa lahir di Yugoslavia, ketika pendukung klub Hajduk Split membentuk Torcida
Split.
Hanya butuh waktu satu tahun, gagasan Ultras ini masuk ke Italia. Tahun
1951 lahirlah Ultras pertama di Italia, Fedelissimi Granata yang
mendukung klub Torino. Fenomena Ultras ini
makin meluas di Italia. Maka bermunculanlah kelompok Ultras seperti Fossa
dei Leoni (Milan, 1968), Boys LFN (Internazionale, 1968), Ultras Sampdoria
(Sampdoria, 1969) Commandos Monteverde Lazio/CML
(Lazio, 1971), Yellow-blue Brigade (Hellas Verona, 1971), Viola Club Viesseux
(Fiorentina, 1971), Ultras Napoli (Napoli, 1972), Griffin Den
(Genoa, 1973), For Ever Ultras (Bologna, 1975), Black and Blue
Brigade (Atalanta, 1976), Fossa dei Campioni dan Panthers
(Juventus, 1976), dan Commando Ultra Curva Sud/CUCS (Roma, 1977).
Modus operandi terbentuknya kelompok-kelompok ini
beraneka-ragam. Menggabungkan kelompok-kelompok kecil yang sudah ada
sebelumnya, dari sosialisasi di cafe atau bar, kelompok di sekolah atau kampus,
komunitas suatu area geografis tertentu, partai politik dan sebagainya. Usia
mereka saat terbentuknya kelompok ini biasanya berkisar antara 15-25 tahun.
Kelompok-kelompok pertama yang terbentuk di atas
biasanya tidak bertahan lama. Kelompok baru dari klub yang sama bermunculan,
bersaing dan menyisihkan yang sebelumnya. Atau, beberapa kelompok melakukan
merger. Dipenjarakannya tokoh-tokoh suatu kelompok Ultras akibat kerusuhan juga sering menjadi pemicu bubar. Hal yang
paling sering terjadi adalah perpecahan dalam suatu kelompok akibat masuknya
kepentingan partai politik yang memanfaatkan kekuatan Ultras, komersialisasi
Ultras dalam memproduksi dan menjual merchandise, atau masuknya kelompok “swing
ultras” alias para “glory hunters”. Mereka yang disebut terakhir ini adalah
pendukung yang berpindah klub seiring naik-turunnya prestasi klub, sehingga
melunturkan nilai-nilai Ultras itu sendiri. Fossa dei Leoni hingga kini
tercatat sebagai Ultras yang paling lama bertahan (1968-2005).
Regenerasi anggota pada kelompok Ultras biasanya dilakukan
secara turun-temurun dalam keluarga, dalam suatu institusi sosial-budaya
seperti sekolah, kampus, klub-klub hiburan dan sebagainya. Penanaman
nilai-nilai Ultras ini berlangsung sejak usia dini secara alamiah
Independensi
Nilai penting lain yang dianut Ultras adalah
independensi. Nilai terakhir ini secara masif diperkenalkan oleh Irriducibili
Lazio yang terbentuk tahun 1987. Penerapan independensi membatasi loyalitas
Ultras hanya kepada tim atau para pemain, dan mengambil posisi independen
terhadap pihak lainnya termasuk partai politik, sponsor dan terutama terhadap
manajemen klub.
Setelah hadirnya Irriducibili Lazio, maka Ultras di
Italia tersegregasi menjadi Ultras Keras dan Ultras Lunak. Kelompok keras akan
menolak bantuan dalam bentuk apapun dari manajemen klub, mereka mandiri secara
finansial, mengeluarkan uang pribadi untuk tiket dan biaya perjalanan dari kota ke kota
mengikuti para pemain yang bertanding serta untuk memproduksi peraga (tifo)
dalam stadion. Tak heran, fans Lazio misalnya, dapat bersikap sangat
konfrontatif terhadap manajemen Lazio sendiri demi kepentingan pemain dan tim,
yang diyakininya. Kelompok Ultras keras ini bersikap protektif membela pemain
dan memprotes kebijakan manajemen klub saat prestasi kub melorot.
Kelompok lunak ini cenderung sejalan dengan
manajemen klub dan sangat bergantung pada manajemen klub dalam hal pendanaan
untuk keperluan spanduk atau bendera, penyediaan sarana gudang atau
sekretariat, diskon tiket dan bahkan penyediaan sarana transportasi. Kelompok
Ultras dari Juventus misalnya, sebagian besar terdiri dari keluarga dan kerabat
pabrik mobil Fiat dan pemasoknya, mereka dikoordinasi dan dibiayai oleh
keluarga besar Agnelli. Sementara kelompok Ultras di Internazionale memiliki
hubungan finansial yang erat dengan keluarga besar Moratti. Beberapa kelompok
bahkan memakai nama sang taipan minyak Italia tersebut pada nama grupnya.
Kelompok Ultras lunak ini cenderung membela manajemen klub dan menyalahkan
pemain atau pelatih jika prestasi klub merosot.
Apapun, Ultras lebih daripada sekedar pendukung
klub. Ultras adalah jalan hidup, gaya
hidup dan mentalitas. Tahun 2009 kelompok Ultras keras dari Lazio, Roma, AC Milan,
Catania, Genoa dan Napoli mengadakan demonstrasi besar di kota Roma menentang penindasan
atas Ultras dan pembatasan masuk stadion. Mereka mengeluarkan deklarasi
bersama. Isi deklarasi ini dapat menggambarkan, bagaimana mentalitas Ultras itu
sesungguhnya.
Ultras, a Way of Life:
“Kami berbeda dari yang normal dan biasa. Berbeda dari
rata-rata, dari yang umumnya ada. Kehormatan, totalitas, loyalitas dan
persahabatan. Ultras adalah tentang nilai-nilai idealisme yang diterapkan
sepanjang masa. Ultras bukan tentang yang terbaik atau yang teratas , melainkan
tentang mentalitas. Mentalitas yang hanya ada pada Ultras. Mentalitas yang yang
lebih kuat dari segala tekanan. Pelarangan masuk stadion dan jeruji penjara,
tak ada yang dapat menghentikan kami. Kami Ultras, tindaslah kami, maka bara
tekad kami akan semakin besar. Kami memercayai mentalitas Ultras. Sepakbola
telah sakit, benar-benar sakit. Semuanya hanya tentang uang, uang dan uang.
Sepakbola normal telah diabaikan, stadion tak pernah terisi penuh. Mereka
menyalahkan Ultras, tapi kami tahu lebih baik daripada mereka.”
“Kamilah bagian termurni yang bertahan dari sepakbola.
Kami mengeluarkan ratusan euro dan menempuh ribuan kilometer ke segenap pelosok
Italia untuk mewakili kota kami, warna dan klub kami. Kekerasan bukan lagi yang
terpenting, karena kalian akan selalu menemukan kekerasan dimanapun kalian
berada, di setiap kebudayaan dan di setiap negara. Mereka mengatakan bahwa
Ultras merusak sepakbola. Salah besar! Uang, doping, menyuap pemain dan
membayar wasit serta pemain yang digaji tak masuk akal tingginya, itulah yang
merusak sepakbola. Kamilah yang selalu meneriakkan dukungan bagi tim kami,
setiap hari, setiap minggu. Salju, hujan dan teriknya matahari bukan masalah
bagi kami. Kami membenci sistem kalian, kami melawan penindasan kalian, dan
akan selalu begitu. Ayah-ayah kami dulu memenuhi Curva, kini kami yang ada di sana, dan kelak putera-putera
kami yang akan menggantikan. Kami akan menanamkan kepada mereka nilai-nilai
yang kami anut, membuat mereka mengerti tentang mentalitas kami, sehingga
mereka akan melalui jalan hidup yang sama dengan kami. Generasi tua hilang,
generasi baru muncul, tetapi idealisme Ultras akan tetap sama sepanjang masa.”