Hari Ketika Ultras Bersatu
oleh Galuh
Trianingsih Lazuardi
© 2012
![]() |
foto dari http://ultraslazio.it |
Minggu, 11 November 2007. Terjadi beberapa kerusuhan di
Kota Roma.antara pendukung Lazio dan ultras Juventus. Di sebuah SPBU di Badia
al Pino di Arezzo polisi berusaha membubarkan sebuah bentrokan. Gabriele
Sandri, seorang DJ yang pendukung Lazio berada di tempat dan waktu yang salah,
duduk di dalam mobilnya di sekitar tempat itu. Sebuah peluru yang dilepaskan
seorang personel polisi kota
Roma bernama Luigi Spaccarotella menembus leher Sandri. Sandri
menghembuskan nafas terakhirnya.
Kerusuhan merebak di seantero Italia, ultras dari semua klub
di Italia memprotes brutalisme polisi tersebut. Mereka, saat itu, tidak lagi
mengidentifikasikan diri mereka dengan klub yang didukungnya, tetapi mereka
sebagai keluarga besar ultras merasa terzalimi.
Pemakaman Sandri diadakan Rabu, 14 November 2007, diawali
misa di gereja setempat. Ribuan ultras dari berbagai klub di Italia, hari itu
datang memberikan penghormatan terakhirnya kepada Sandri. Ultras dari semua
klub di Italia berbaur, melupakan sementara semua rivalitas. Di hari Rabu itu
semua ultra Italia bersatu.
Di bawah ini adalah sebuah catatan harian seorang remaja pendukung
AS Roma, klub sekota dan rival abadi Lazio, yang menuliskan pengalamannya
menghadiri upacara penghormatan bagi Sandri:
“Pemakaman
Gabriele Sandri akan dilakukan hari ini di gereja paroki tempat dia menerima
Sakramen Pemandian, beberapa tahun yang lalu. Gereja ini terletak di Piazza
Baldunia, tak jauh dari rumah dan toko keluarganya, yang dikelola Sandri. Saya
memutuskan untuk menghadirinya. Sebagian untuk menunjukkan rasa hormat saya
padanya, sebagian lagi karena kejadian ini membuat saya marah. Sisanya karena
rasa keinginan tahu saya.”
“Saya naik bus
nomor 913 dari halte Metro di Lepanto. Seorang pria berusia empatpuluhan dan
membawa payung yang terlipat naik ke bus sebelum saya, sambil mengamati peta kecil
yang kelihatannya dicetak dari internet. Saya mengintip dari balik bahunya,
ternyata peta itu menunjukkan rute ke arah gereja. Saya sendiri tidak membawa
peta, walaupun saya belum pernah bepergian ke bagian barat daya kota Roma,
karena mengira cukup mudah untuk menemukan lokasinya.”
“Bus sangat
penuh. Sekitar setengah lusinan remaja dengan topi dan syal AS Roma tertawa
riang dan bercanda di bagian belakang bus. Dua gadis mungil berambut pirang
berusia sekitar 20 tahun berdiri dalam keheningan. Mereka mengenakan jaket
hitam dengan logo birulangit dan putih Lazio serta emblem bendera Italia di
lengannya. Kata “Irriducibili” tercetak di bagian depan. Di setiap halte makin
banyak orang dengan syal Lazio naik dan membuat bus makin penuh saja. Seorang
pria paruh baya bertanya kepada mereka, apakah mereka kenal dengan Gabriele
Sandri. Mereka menjawab tidak, tetapi mereka tahu nama pembunuhnya. Pria itu
hanya mengatakan bahwa keadaan akan tetap sama saja. Seorang perempuan berusia
tigapuluhan bercelana ketat meneruskan bahwa kejadian ini menunjukkan bahwa
kita tidak akan pernah bisa memercayai polisi.”
“Kami turun dari
bus dan berjalan ke arah taman di depan gereja. Gerimis mulai turun. Waktu
menunjukkan pukul 11.40 dan taman penuh sesak dipadati orang. Beberapa orang
membentuk pagar betis di tangga menuju gereja, menahan kerumunan massa yang memenuhi empat
penjuru taman. Sebagian besar massa adalah pemuda, tetapi jumlah perempuan dan
lanjut usia pun cukup banyak. Media memperkirakan paling tidak 5.000 orang ada
di sana saat
itu.”
“Kelompok ultras
dari seluruh Italia terwakili. Saya melihat kelompok dari Juventus, Taranto,
Avellino, Milan Varese, Genoa, Cremonese dan Livorno serta banyak kelompok lain
yang tidak saya kenali syalnya, dari klub mana. Saya menyeruak kerumunan orang
hingga mencapai pagar di mana terdapat tumpukan tinggi bunga dan syal dari
berbagai klub, dilatarbelakangi tilisan KEADILAN BAGI SANDRI. Di antara syal
Lazio saya melihat syal AS Roma, Udinese, Palermo, Messina dan banyak lagi. Karangan bunga tidak
hanya berasal dari teman-teman Sandri dan pendukung Lazio, tetapi juga dari
Antonello Venditti, pimpinan ultras AS Roma. Juga dari petinggi ultras Napoli,
Sampdoria dan Torino . Bahkan saya juga melihat
karangan bunga berwarna ungu-hitam dari Fossa dei Leoni, yang telah bubar dua
tahun silam.”
“Sementara di
dalam gereja sudah penuh-sesak oleh keluarga, kerabat dan wakil pemerintah
Italia. Ada
Walter Veltroni dan Luciano Spaletti. Dan, Francesco Totti yang menangis ketika
dia memeluk ibunda Sandri. Seluruh skuad tim Lazio dan tim-tim usia mudanya
lengkap hadir di sana ,
termasuk pelatih Delio Rossi.”
“Kami yang berada
di luar tentu saja tidak dapat melihat atau mendengar upacara di dalam gereja.
Semuanya hening. Hanya sesekali terdengar tepuk tangan ketika tim Lazio dan
keluarga mereka tiba. Saya berdiri di dekat para tokoh Irriducibili. Satu diantaranya
memiliki tattoo di leher kanannya: ACAB (All Cops Are Bastards = Semua Polisi
Anak Haram). Saya berpindah tempat, sementara hujan makin deras. Tepukan tangan
berhenti ketika pemain Lazio terakhir masuk gereja. Kami berdiri dalam
keheningan. Di depan saya ada seorang perempuan berusia limapuluhan, seorang
diri, memakai syal Lazio sambil meremas-remas saputangan di tangannya.”
“Orang-orang di
belakang saya berbincang perlahan dengan bahasa Italia yang bukan beraksen Roma.
Pimpinan Banda Noantri tiba dan berdiskusi sejenak dengan pimpinan
Irriducibili. Ketua mereka dipenuhi tattoo bergambar salib, simbol-simbol
fasisme dan simbol Lazio. Waktu terus berjalan, makin banyak orang berdatangan.
Saya berusaha mengabaikan bahwa mantel saya yang tidak tahan air sebentar lagi
akan tak berguna.”
“Lewat pukul
13.00 misa berakhir dan terdengar gemuruh tepuk tangan ketika peti jenazah
Sandri diusung keluar. Ultras dari berbagai klub kompak meneriakkan “Gabriele
uno di noi” atau “Gabriele, kamu bagian dari kami.” Sebagian massa mulai menyanyikan sebuah lagu. Awalnya
tak bergitu jelas, tetapi akhirnya ternyata itu lagi “Vola Lazio Vola”. Sebelumnya
saya hanya mendengar sayup-sayup lagu itu ketika berada di Curva Sud dan
tenggelam dalam sorakan giallorossi di sekitar saya.”
“Fans Lazio di
seberang taman mulai bernyanyi dengan suara keras, dan perempuan tua di depan
saya tadi, ikut bernyanyi dengan suara bergetar. Saputangannya kini telah
benar-benar lusuh. Hujan bertambah deras, perempuan di depan saya akhirnya tak
kuat lagi menahan emosinya dan menangis terisak-isak di tengah demuruhnya
nyanyian "Lazio sul prato
verde vola, Lazio tu non sarai mai sola, Vola un'aquila nel cielo, piu in alto
sempre volerà ". Untunglah saya membawa tissue, karena saya juga mulai
menangis.”
“Usai bernyanyi, terdengar beberapa yel "Gabriele sempre con noi" lagi. Beberapa orang sempat melantunkan nyanyian anti-polisi tetapi segera dicegah temannya. Diawali beberapa orang, akhirnya kami semua menyanyikan lagu kebangsaan Italia. Para pimpinan Irriducibili dan Banda Noantri tegap memberikan hormat ala Romawi dengan tangan kanan terangkat ketika peti jenazah Sandri melewati mereka, tanpa yel, tanpa slogan, hanya sebuah penghormatan.”
“Usai bernyanyi, terdengar beberapa yel "Gabriele sempre con noi" lagi. Beberapa orang sempat melantunkan nyanyian anti-polisi tetapi segera dicegah temannya. Diawali beberapa orang, akhirnya kami semua menyanyikan lagu kebangsaan Italia. Para pimpinan Irriducibili dan Banda Noantri tegap memberikan hormat ala Romawi dengan tangan kanan terangkat ketika peti jenazah Sandri melewati mereka, tanpa yel, tanpa slogan, hanya sebuah penghormatan.”
“Massa mulai mencair dan meninggalkan tempat
di bawah lebatnya hujan. Para pemain Lazio menaiki bus tepat di depan saya
dengan hening, dan duduk di dalamnya. Mereka menghapus uap air dari jendela dan
memandangi kami dengan pandangan kosong. Pemain Lazio Mundingayi bahkan
menempelkan wajahnya di jendela bus. Kami memandang mereka kembali. Seorang
anak kecil melambai kepada mereka dan bertepuk tangan. Massa meninggalkan tempat sama heningnya
dengan saat mereka datang. Pulang ke rumah masing-masing. Sekitar seribu orang
ultras Lazio menuju Olimpico, berkumpul di bawah Curva Nord dan menyanyikan
lagu-lagu Lazio.”
“Mentalitas ultras memang beragam.
Sebagian baik, sebagian buruk. Tetapi hari ini saya belajar tentang suatu hal.
Hari ini mereka berdatangan dari berbagai kota: Milan, Torino, Udinese,Napoli,
Taronto, Palermo ;
dengan biaya mereka sendiri, berdiri dua jam di bawah derasnya hujan, untuk
datang memberikan penghormatan terakhir kepada seorang yang tidak mereka kenal.
Mereka bertepuk tangan untuk keluarga dan kerabat yang berduka, menyanyikan
sebuah nama yang bahkan tidak dikenalnya seminggu yang lalu. Dan mereka
membubarkan diri dalam damai. Anda mungkin menganggap perbuatan mereka ini tidak
masuk akal, tetapi masihkah Anda menganggap bahwa semua ultras itu identik dengan kekerasan?”
Pengadilan
memutuskan Luigi Spaccarotella bersalah
dan menghukumnya 6 tahun penjara. Ketika Spaccarotella naik banding,
pengadilan Italia justru menambah hukumannya menjadi 9 tahun 4 bulan, karena
menemukan adanya unsur kesengajaan.
Sandri telah tiada di usianya yang belia. Tetapi Sandri
adalah monumen ultras di Italia, tidak hanya bagi Lazio. Curva Nord Olimpico
kini bernama Curva Nord Gabriele Sandri dan sebuah bangku dengan foto Sandri
sengaja dibuat di sana .
Selalu dikosongkan sebagai penghormatan terhadap dirinya. Karena Sandri akan
selalu berada di hati semua ultras di Italia. Sebuah yayasan bernama Fondazione
Gabriele Sandri didirikan dan tetap beraktivitas hingga hari ini.
semoga mereka yg baca diberi pencerahan... terutama laziale
BalasHapus